Bikin Bukti Potong A1 Gampang? Intip Caranya di Coretax, Yuk!

Daftar Isi

Cara Bikin Bukti Potong A1 Coretax

Buat kamu yang berkecimpung di dunia HR atau payroll, urusan bukti potong PPh Pasal 21 pastinya bukan hal baru. Nah, bukti potong 1721-A1 ini jadi dokumen penting banget, apalagi di masa pajak terakhir. Sekarang, pembuatan bukti potong ini dilakukan lewat sistem Coretax dari DJP. Jadi, buat kamu yang mau bikin Bupot Tahunan A1, kamu tinggal masuk aja ke Coretax, cari menu eBupot, terus pilih BP A1 - Bukti Pemotongan A1 Masa Pajak Terakhir. Gampang kan? Kamu bisa bikin bukti potong ini dengan dua cara, bisa key in alias input manual, atau impor pakai file XML.

Kenapa Sih Bukti Potong A1 itu Wajib Dibuat?

Setiap perusahaan sebagai pemberi kerja punya kewajiban buat bikin Bukti Potong A1 ini. Kewajiban ini muncul saat masa pajak terakhir. Masa pajak terakhir itu kapan aja sih? Gampangnya, menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 (PMK 168/2023) dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-2/PJ/2024, masa pajak terakhir itu bisa jadi masa Desember (akhir tahun pajak), atau masa pajak tertentu ketika pegawai tetap berhenti kerja (misalnya resign), atau bahkan ketika pensiunan berhenti terima uang pensiun.

Jadi, intinya, Bukti Potong A1 ini gak cuma dibuat di akhir tahun aja lho! Kalau ada pegawai tetap yang resign di tengah tahun, misalnya di bulan Juli, nah masa pajak terakhirnya itu bulan Juli. Kamu sebagai perusahaan tetap wajib bikinin Bukti Potong A1 buat pegawai tersebut di bulan Juli itu juga. Selain kewajiban bikin, perusahaan juga wajib kasih Bukti Potong A1 ini ke pegawainya. Batas waktunya paling lama satu bulan setelah masa pajak terakhir. Ini penting banget biar pegawai bisa lapor SPT Tahunan mereka nanti.

Bikin Bukti Potong A1 Lewat Proses Key In (Input Manual)

Kalau kamu lebih suka input data satu per satu alias manual lewat sistem Coretax, caranya gampang. Di menu e-Bupot - BP A1, kamu tinggal klik tombol +Create eBupot BPA1. Setelah itu, kamu akan diarahkan ke halaman input yang terbagi jadi empat bagian utama yang harus kamu isi. Apa aja bagian-bagiannya? Yuk, kita bedah satu per satu.

Bagian 1: Informasi Umum

Di bagian ini, kamu harus isi data-data umum si penerima penghasilan. Mulai dari keterangan apakah dia bekerja di lebih dari satu pemberi kerja, masa awal dan akhir periode penghasilan (kapan dia mulai dan berhenti kerja di tahun itu), keterangan apakah dia pegawai asing atau bukan, sampai data identitasnya.

  • Identitas Pegawai: Kalau pegawainya WNI, kamu bisa pakai NIK (Nomor Induk Kependudukan). Canggihnya, kalau NIK-nya valid, nama, alamat, dan jenis kelaminnya bakal otomatis keisi. Kalau pegawainya WNA, kamu bisa pakai nomor paspor dan jangan lupa isi negara asal sesuai paspornya.
  • Keterangan Bekerja di Lebih dari Satu Pemberi Kerja: Ini isian baru di Coretax. Kalau kamu tahu pasti pegawai ini kerja di tempat lain juga barengan sama kerja di perusahaanmu, isi “Ya”. Kalau cuma kerja di satu tempat (di perusahaanmu aja), isi “Tidak”. Kalau kamu nggak yakin atau nggak punya info pasti, aman buat isi “Tidak” aja.
  • Masa Awal dan Akhir Periode Penghasilan: Isi tanggal berapa pegawai mulai bekerja di perusahaanmu dan tanggal berapa dia mengakhiri masa kerjanya di tahun pajak tersebut. Ini penting buat menentukan periode penghasilan yang dihitung.
  • Status PTKP: Isi status PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) pegawai per 1 Januari tahun pajak bersangkutan. Pastikan ini sesuai dengan kondisi pegawai di awal tahun.
  • Posisi Pegawai: Pilih posisi atau jabatan pegawai yang paling sesuai.

Setelah itu, kamu perlu isi nama objek pajak. Untuk pegawai tetap biasa, pilih Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pegawai Tetap. Kalau buat pensiunan, pilih Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pensiunan Secara Teratur. Nah, ada juga objek pajak baru yang menarik nih di Coretax, yaitu Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Pegawai Tetap yang Menerima Fasilitas di Daerah Tertentu. Contohnya, ini dipakai buat pegawai tetap yang kerja di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan dapat fasilitas pajak khusus. Setelah kamu pilih nama objek pajaknya, kolom Jenis Pajak dan Kode Objek Pajak bakal otomatis terisi.

Terakhir di bagian ini, kamu harus pilih Jenis Pemotongan. Ini tergantung dari periode kerja pegawai di tahun pajak tersebut:
* Kurang dari Setahun: Dipilih kalau pegawai baru masuk atau resign di tahun berjalan. Jadi masa kerjanya nggak setahun penuh.
* Kurang dari setahun yang penghasilannya disetahunkan: Pilihan ini dipakai kalau pegawai meninggalkan Indonesia untuk selamanya atau meninggal dunia di tengah tahun. Penghasilannya yang kurang dari setahun itu akan dihitung seolah-olah setahun penuh untuk menentukan tarif pajaknya. Kalau pilih ini, kamu harus isi Number of months sesuai jumlah bulan pegawai bekerja.
* Setahun Penuh: Dipilih kalau pegawai kerja dari bulan Januari sampai Desember penuh di perusahaanmu.

Bagian 2: Jumlah Penghasilan Setahun

Di sini, kamu input total penghasilan bruto yang diterima pegawai selama setahun (atau selama periode kerja di perusahaanmu di tahun itu). Rinciannya cukup banyak, lho:
* Gaji Pokok/Pensiun
* Tunjangan PPh (kalau perusahaan ngasih tunjangan pajak)
* Tunjangan Lainnya (macam-macam tunjangan selain tunjangan PPh)
* Uang Lembur
* Honorarium dan Imbalan Lainnya (misal bonus, fee proyek)
* Premi Asuransi yang Dibayar Pemberi Kerja (misal premi asuransi kesehatan, jiwa, kecelakaan yang dibayar perusahaan)
* Penerimaan dalam Bentuk Natura dan Kenikmatan yang Dikenakan PPh Pasal 21 (ini sesuai aturan baru, natura/kenikmatan tertentu jadi objek PPh 21)
* Tantiem, Bonus, Gratifikasi, Jasa Produksi, dan THR

Nah, yang perlu kamu perhatikan di sini ada ceklis Pembulatan kotor atau gross up. Ini buat kamu yang ngasih tunjangan PPh ke pegawai. Kalau perusahaanmu pakai metode gross up, artinya semua pajak pegawai ditanggung penuh dan dikasih dalam bentuk tunjangan, kamu bisa ceklis ini. Kalau kamu ceklis, kamu nggak perlu isi nilai Tunjangan PPh di atas, karena otomatis dihitung sistem. Tapi kalau perusahaanmu pakai metode mixed (tunjangan PPh cuma sebagian) atau net (pajak ditanggung perusahaan tapi nggak dalam bentuk tunjangan), kamu nggak perlu ceklis ini. Kalau pakai mixed, kamu perlu hitung sendiri tunjangan PPh-nya di kertas kerja terpisah, lalu input angkanya di kolom Tunjangan PPh.

Bagian 3: Pengurang Penghasilan Bruto

Setelah semua penghasilan diinput, sekarang giliran komponen pengurang. Komponen ini diatur dalam peraturan dan bisa mengurangi jumlah penghasilan bruto sebelum dihitung PPh-nya. Apa aja pengurangnya?
* Biaya Jabatan/Pensiun: Ini adalah biaya yang diizinkan untuk mengurangi penghasilan bruto bagi pegawai tetap atau pensiunan. Besarannya adalah 5% dari penghasilan bruto, dengan batas maksimum Rp 500.000 per bulan atau Rp 6.000.000 per tahun. Sistem Coretax seharusnya akan menghitung ini secara otomatis berdasarkan penghasilan bruto yang kamu input, tapi penting buat tahu dasar aturannya.
* Iuran Pensiun atau Hari Tua: Ini adalah iuran yang dibayar oleh pegawai sendiri, tapi dipotong oleh perusahaan dan disetorkan ke dana pensiun atau Jaminan Hari Tua (JHT). Hanya iuran yang dibayar pegawai melalui pemberi kerja yang bisa jadi pengurang. Iuran yang dibayar perusahaan (misal iuran JHT/BPJS Ketenagakerjaan porsi perusahaan) tidak jadi pengurang bagi pegawai.
* Zakat atau Sumbangan Keagamaan Wajib: Nah, sesuai PMK 168/2023, zakat atau sumbangan keagamaan wajib yang dibayarkan oleh pegawai melalui pemotong pajak (perusahaan) bisa jadi pengurang juga. Pastikan ada bukti penyetoran yang valid ya.

Bagian 4: Penghitungan PPh Pasal 21

Di bagian terakhir ini, sistem Coretax akan otomatis menghitung PPh Pasal 21 terutang berdasarkan data-data yang sudah kamu input di tiga bagian sebelumnya. Kamu bisa cek hasil perhitungan PPh 21-nya di sini.

Ada fitur baru yang lumayan membantu nih di bagian ini, yaitu “get data” terkait data pada Bukti Pemotongan BPA1 dari Pemberi Kerja Sebelumnya. Kalau pegawaimu pindahan dari perusahaan lain di tahun yang sama dan sudah pernah dapat Bukti Potong A1 dari perusahaan lamanya, kamu bisa pakai fitur ini. Tinggal masukkan Nomor Bukti Pemotongan A1 dari perusahaan sebelumnya, lalu klik “get data”. Sistem akan mencoba menarik data penghasilan dan PPh Pasal 21 yang sudah dipotong oleh pemberi kerja sebelumnya. Ini penting banget biar penghitungan pajak di tempat kerja barumu bisa fair dan memperhitungkan penghasilan dari tempat lama, terutama kalau pegawai tersebut memiliki penghasilan yang melebihi lapisan tarif PPh 21 tertentu.

Bagian paling bawah yang perlu diisi adalah NITKU (Nomor Induk Tingkat Kepatuhan) yang melakukan pemotongan. Kalau sudah yakin semua data terisi dengan benar, klik tombol Submit biar data bukti potong A1-nya tersimpan.

Bikin Bukti Potong A1 Lewat Proses Impor (Upload File)

Nah, kalau jumlah pegawai kamu banyak, nginput satu per satu via key in pasti bakal makan waktu banget. Untungnya, Coretax nyediain mekanisme impor data via file XML. Ini jauh lebih efisien!

Caranya, kamu perlu bikin data bukti potong A1-nya dulu di file Excel yang formatnya udah disediain sama DJP. Setelah data lengkap di Excel, kamu konversi file Excel itu jadi file XML pakai converter yang juga disediain DJP. File template Excel dan converter-nya bisa kamu unduh di situs Pajak.go.id, tepatnya di halaman khusus Coretax. Biasanya ada di bagian “Template XML dan Converter Excel ke XML”.

Ini dia kira-kira gambaran tampilan file converter Bukti Potong A1 yang bakal kamu pakai:

Kolom XML Nama Field di Template Excel Deskripsi Format Data Contoh
data_identitas_penerima.nik NIK Nomor Induk Kependudukan (untuk WNI) Angka 3271xxxxxxxxxxxx
data_identitas_penerima.nomor_paspor Nomor Paspor Nomor Paspor (untuk WNA) Alfanumerik A1234567
data_identitas_penerima.nama Nama Nama Pegawai Teks Budi Santoso
data_informasi_umum.masa_awal Masa Awal Penghasilan Tanggal awal periode penghasilan DD/MM/YYYY 01/01/2024
data_informasi_umum.masa_akhir Masa Akhir Penghasilan Tanggal akhir periode penghasilan DD/MM/YYYY 31/12/2024
data_informasi_umum.bekerja_di_lebih_dari_satu_pemberi_kerja Bekerja di lebih dari satu pemberi kerja Ya/Tidak Teks Tidak
data_informasi_umum.ptkp.status_ptkp Status PTKP per 1 Jan TK/K/KI + Jumlah Tanggungan Teks K/1
… (kolom-kolom lain untuk penghasilan, pengurang, dll)

Ini hanya simulasi tabel untuk memberikan gambaran struktur data yang dibutuhkan untuk impor.

Setelah semua data pegawai kamu input ke dalam template Excel sesuai format yang diminta (hati-hati dengan format tanggal, angka, dll. sering jadi sumber error impor!), simpan filenya. Kemudian, gunakan converter Excel ke XML yang sudah kamu unduh tadi. Ikuti petunjuk di converter untuk mengubah file Excel berisi data bukti potong A1 tadi menjadi file XML.

Proses pembuatan file XML ini kadang butuh ketelitian ekstra. Sedikit saja salah format atau ada data yang kosong padahal wajib diisi, file XML-nya bisa nggak valid dan ditolak saat diimpor di Coretax. Kalau kamu butuh panduan lebih detail cara membuat file XML untuk impor data di Coretax, banyak sumber di internet yang menjelaskan langkah demi langkahnya, termasuk cara menggunakan converter Excel ke XML.

Setelah file XML berhasil dibuat, kamu tinggal masuk ke menu impor di Coretax, pilih file XML bukti potong A1 yang sudah kamu buat, lalu proses impornya. Sistem akan memvalidasi file kamu. Kalau sukses, data bukti potong A1 semua pegawai kamu akan langsung masuk ke dalam sistem Coretax. Kalau ada error, sistem akan ngasih tahu di baris mana letak errornya, jadi kamu bisa perbaiki file Excel atau XML-nya dan coba impor lagi.

Tips Penting & Hal yang Perlu Diperhatikan

  • Teliti Data: Mau pakai key in atau impor, ketelitian data itu kuncinya. Pastikan NIK/Nomor Paspor, nama, periode kerja, status PTKP, dan semua angka penghasilan serta pengurang sudah benar. Salah input bisa bikin hitungan pajak keliru dan berujung pada koreksi atau SPT pegawai jadi beda.
  • Update Aturan: Peraturan pajak itu dinamis. Pastikan kamu selalu up-to-date dengan peraturan terbaru, seperti PMK 168/2023 dan PER-2/PJ/2024, karena ini mempengaruhi cara hitung dan komponen penghasilan/pengurang yang diakui. Natura dan Kenikmatan yang jadi objek PPh 21 di aturan baru juga perlu kamu pahami cara perhitungannya.
  • Koordinasi dengan Payroll/HR: Pembuatan bukti potong A1 ini melibatkan data gaji, absensi, PTKP, sampai benefit lainnya. Pastikan tim payroll dan HR punya data yang sinkron dan akurat.
  • Cek Fitur Baru Coretax: Sistem Coretax terus berkembang. Fitur-fitur baru seperti “get data” dari pemberi kerja sebelumnya atau penambahan objek pajak baru perlu kamu manfaatkan kalau relevan.

Video Tutorial yang Mungkin Membantu

Untuk kamu yang lebih suka belajar visual, coba cek video tutorial di YouTube tentang cara penggunaan Coretax eBupot PPh 21/26 atau cara membuat Bukti Potong A1 di Coretax. Biasanya DJP atau konsultan pajak sering bikin video panduan. Cari dengan kata kunci seperti:

"Tutorial Coretax eBupot PPh 21 A1"
"Cara Buat Bukti Potong A1 Coretax DJP"
"Panduan Impor Bukti Potong A1 Coretax"

(Sayangnya, saya tidak bisa menyisipkan video secara langsung di sini, tapi kamu bisa mencari video dengan kata kunci di atas di YouTube)

Verifikasi dan Pemberian Bukti Potong ke Pegawai

Setelah bukti potong A1 berhasil dibuat di Coretax (baik via key in maupun impor), kamu perlu melakukan beberapa langkah lanjutan:
1. Verifikasi: Pastikan data yang tertera di bukti potong A1 yang dihasilkan sistem sudah sesuai dengan data yang kamu miliki. Cek ulang angka-angkanya.
2. Download/Cetak: Coretax memungkinkan kamu mengunduh file bukti potong A1 dalam format PDF. Kamu bisa mengunduh per pegawai atau sekaligus jika menggunakan impor.
3. Distribusi: Berikan bukti potong A1 yang sudah diunduh/dicetak tadi kepada pegawai yang bersangkutan. Ingat batas waktunya, paling lambat satu bulan setelah masa pajak terakhirnya. Pemberian ini wajib hukumnya, jadi jangan sampai terlewat ya! Bukti potong ini yang nantinya akan dipakai pegawai untuk lapor SPT Tahunan.

Kesimpulan

Membuat Bukti Potong A1 di Coretax memang butuh ketelitian, tapi sistem ini dirancang untuk mempermudah prosesnya, apalagi dengan pilihan key in atau impor. Memahami kewajiban dan langkah-langkahnya di Coretax itu penting banget biar kepatuhan pajak perusahaan terjaga dan hak pegawai untuk mendapatkan bukti potong terpenuhi. Dengan data yang akurat dan proses yang benar di Coretax, urusan laporan pajak akhir tahun baik bagi perusahaan maupun pegawai jadi lebih lancar.

Gimana, udah lebih jelas kan cara bikin bukti potong A1 di Coretax? Punya pengalaman atau tips lain waktu bikin bukti potong A1? Yuk, share pengalamanmu di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar