Salat Arbain di Masjid Nabawi Saat Haji: Apa Itu dan Kenapa Istimewa?

Table of Contents

Masjid Nabawi Madinah

Bulan Dzulhijjah semakin dekat, dan jutaan umat Muslim bersiap menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Biasanya, jemaah dari Indonesia dibagi dalam dua gelombang keberangkatan. Ada yang langsung menuju Kota Madinah terlebih dahulu, dan ada juga yang langsung ke Makkah.

Bagi jemaah yang berangkat lebih awal dan masuk gelombang pertama, mereka punya kesempatan istimewa untuk ‘bertamu’ ke Kota Madinah sebelum memulai rangkaian ibadah haji di Makkah. Di Madinah, jemaah bisa berziarah ke makam Rasulullah Muhammad SAW serta para sahabat yang dimakamkan di Jannatul Baqi’.

Selain berziarah, salah satu tujuan utama jemaah haji datang ke Madinah adalah untuk meraih keutamaan melaksanakan Salat Arbain di Masjid Nabawi. Mungkin istilah ini sudah tidak asing lagi di telinga sebagian jemaah haji.

Apa Itu Salat Arbain di Masjid Nabawi?

Menurut panduan dari Kementerian Agama (Kemenag) melalui Tuntunan Manasik Haji dan Umrah, Salat Arbain merujuk pada pelaksanaan salat fardu berjamaah sebanyak 40 waktu di dalam Masjid Nabawi, Madinah. Istilah “Arbain” sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti angka 40.

Jadi, Salat Arbain secara istilah dalam konteks ini adalah ibadah salat fardu yang dilakukan selama 40 waktu salat berturut-turut. Ini setara dengan salat lima waktu selama kurang lebih delapan hari penuh di Masjid Nabawi. Syarat penting lainnya adalah dilakukan secara berjamaah dan usahakan untuk tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama imam.

Melaksanakan 40 waktu salat berjamaah tanpa terputus di salah satu masjid paling mulia ini tentu membutuhkan disiplin dan tekad yang kuat. Namun, keutamaan yang dijanjikan membuat banyak jemaah berusaha keras untuk menyempurnakannya.

Kenapa Salat Arbain Istimewa? Memahami Keutamaannya

Salat Arbain menjadi istimewa karena ada hadis Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan keutamaan bagi mereka yang melaksanakannya. Hadis ini sering menjadi motivasi utama bagi jemaah haji atau umrah untuk tinggal di Madinah dan menyempurnakan 40 waktu salat di Masjid Nabawi.

Hadis yang populer mengenai Salat Arbain diriwayatkan oleh Anas bin Malik, di mana Nabi Muhammad SAW bersabda:

Arab:
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلَاةً، لَا تَفُوتُهُ صَلَاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ

Transliterasi:
Man shalla fii masjidi arba’ina shalatan, laa tafuutuhu shalatun, kutibat lahu baraa’atun minan naari, wa najaatun minal ‘adzabi, wa bari’a minan nifaaqi.

Terjemahan:
“Barang siapa salat di masjidku (Masjid Nabawi) empat puluh salat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia bebas dari kemunafikan.” (HR. Ahmad no. 12.583 dan ath-Thabrani dalam al-Ausath no. 5.444)

Hadis ini menjadi dasar mengapa banyak jemaah haji berusaha keras menyelesaikan Salat Arbain selama berada di Madinah. Keutamaan yang disebutkan dalam hadis tersebut sangatlah besar, meliputi tiga hal utama yang menjadi dambaan setiap Muslim.

Kebebasan dari Neraka

Keutamaan pertama yang disebutkan dalam hadis adalah dicatatnya kebebasan dari neraka. Ini adalah janji yang sangat agung. Neraka adalah tempat balasan bagi dosa-dosa dan kemaksiatan. Dengan melaksanakan Salat Arbain sesuai syaratnya, seorang hamba diharapkan mendapatkan baraa’atun minan naari, yaitu terbebas dari ancaman api neraka. Ini menunjukkan betapa besar nilai ibadah salat berjamaah di Masjid Nabawi ini di mata Allah SWT. Kebebasan ini bukan berarti seseorang menjadi maksum (terbebas dari dosa sama sekali), namun lebih kepada harapan mendapatkan rahmat dan ampunan Allah yang menyelamatkannya dari azab neraka di akhirat kelak.

Keselamatan dari Siksaan

Selain terbebas dari api neraka, hadis tersebut juga menyebutkan keselamatan dari siksaan (najaatun minal ‘adzabi). Siksaan di sini bisa diartikan secara umum, baik siksaan di dunia, di alam kubur, maupun di akhirat nanti. Salat yang dilakukan dengan khusyuk dan konsisten di tempat yang mulia seperti Masjid Nabawi diharapkan menjadi sebab datangnya perlindungan dan keselamatan dari berbagai bentuk siksaan yang mungkin menimpa seorang hamba akibat dosa-dosanya. Ini adalah keutamaan yang sangat diinginkan oleh setiap Mukmin yang senantiasa berharap akan rahmat dan perlindungan Allah.

Bebas dari Kemunafikan

Keutamaan ketiga adalah bebas dari kemunafikan (bari’a minan nifaaqi). Kemunafikan adalah sifat tercela di mana seseorang menampilkan kebaikan di luar namun menyembunyikan keburukan di dalam hati. Orang munafik adalah golongan yang mendapat tempat terendah di neraka. Dengan melaksanakan Salat Arbain secara kontinu dan berjamaah di Masjid Nabawi, ibadah ini diharapkan dapat membersihkan hati dari sifat-sifat munafik, mendorong kejujuran, keikhlasan, dan ketulusan dalam beribadah dan berinteraksi dengan sesama. Konsistensi dalam salat berjamaah di masjid, apalagi di Masjid Nabawi, seringkali diidentikkan dengan ciri-ciri orang yang beriman sejati, bukan munafik.

Ketiga keutamaan ini saling terkait dan menunjukkan betapa bernilainya kesempatan menunaikan Salat Arbain di Masjid Nabawi. Ini adalah fadhilah (keutamaan) yang diharapkan dapat diraih oleh jemaah haji atau umrah yang memiliki kesempatan dan kemampuan untuk melakukannya.

Tata Cara Pelaksanaan Salat Arbain

Pada dasarnya, Salat Arbain bukanlah jenis salat yang berbeda dengan salat fardu harian. Tata cara pelaksanaannya sama persis dengan salat lima waktu yang biasa kita lakukan. Yang membedakan adalah syarat pelaksanaannya untuk mendapatkan keutamaan Arbain.

Syarat dan Ketentuan Salat Arbain

Untuk meraih keutamaan Salat Arbain seperti yang disebutkan dalam hadis, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:

  1. Dilaksanakan di Masjid Nabawi, Madinah. Hadis secara spesifik menyebutkan “masjidku” (Masjid Nabi).
  2. Dilakukan sebanyak 40 waktu salat secara berturut-turut. Ini berarti salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya selama 8 hari penuh tanpa terlewat satu waktu salat pun di dalam masjid.
  3. Dilakukan secara berjamaah. Hadis tentang keutamaan salat berjamaah di Masjid Nabawi juga sangat banyak, dan Arbain adalah akumulasi dari salat berjamaah tersebut.
  4. Diupayakan untuk tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama imam. Ini menunjukkan kesungguhan dan kehadiran di awal waktu salat.

Memenuhi syarat 40 waktu berturut-turut ini menjadi tantangan tersendiri bagi jemaah haji. Terkadang ada aktivitas lain, kondisi kesehatan, atau kendala logistik yang bisa membuat jemaah terpaksa melewatkan satu waktu salat berjamaah di Masjid Nabawi. Jika satu waktu salat terlewat, maka hitungan 40 waktu harus dimulai dari awal lagi. Inilah yang membuat penyempurnaan Salat Arbain menjadi sesuatu yang memerlukan perencanaan dan komitmen.

Niat Salat Fardu dalam Rangkaian Arbain

Niat untuk melaksanakan salat dalam rangkaian Arbain adalah niat untuk melaksanakan salat fardu pada waktunya, sama seperti niat salat harian. Tidak ada niat khusus untuk “Salat Arbain”. Jemaah cukup berniat melaksanakan salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, atau Isya pada waktunya secara berjamaah di Masjid Nabawi.

Berikut adalah contoh bacaan niat salat fardu lima waktu yang dibaca ketika melaksanakan rangkaian Salat Arbain di Masjid Nabawi:

1. Niat Salat Subuh

Arab:
أُصَلِّى فَرْضَ الصُّبْحِ رَكَعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُومًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَالَى. اَللّٰهُ أَكْبَرُ.

Transliterasi:
Ushalli fardlash shub-hi raka’ataini mustaqbilal qiblati adaa’an (ma’muman/imaman) lillaahi ta’aalaa. Allahu Akbar.

Artinya:
“Aku sengaja salat fardu Subuh dua rakaat menghadap kiblat (ma’mum/imam) karena Allah. Allah Mahabesar.”

2. Niat Salat Zuhur

Arab:
أُصَلِّى فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُومًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَالَى. اَللّٰهُ أَكْبَرُ.

Transliterasi:
Ushalli fardhadh dhuhri arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati adaa’an (ma’muman/imaman) lillaahi ta’aalaa. Allahu Akbar.

Artinya:
“Aku sengaja salat fardu Zuhur empat rakaat menghadap kiblat (mak’mum/imam) karena Allah. Allah Mahabesar.”

3. Niat Salat Asar

Arab:
أُصَلِّى فَرْضَ الْعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُومًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَالَى. اَللّٰهُ أَكْبَرُ.

Transliterasi:
Ushalli fardhal ‘asri arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati adaa’an (ma’muman/imaman) lillaahi ta’aalaa. Allahu Akbar.

Artinya:
“Aku sengaja salat fardu Asar empat rakaat menghadap kiblat (ma’mum/imam) karena Allah. Allah Mahabesar.”

4. Niat Salat Magrib

Arab:
أُصَلِّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُومًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَالَى. اَللّٰهُ أَكْبَرُ.

Transliterasi:
Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka’aatin mustaqbilal qiblati adaa’an (ma’muman/imaman) lillaahi ta’aalaa. Allahu Akbar.

Artinya:
“Aku sengaja salat fardhu Magrib tiga rakaat menghadap kiblat (ma’mum/imam) karena Allah. Allah Mahabesar.” (Catatan: Teks asli salah tulis empat rakaat untuk Magrib, diperbaiki menjadi tiga).

5. Niat Salat Isya

Arab:
أُصَلِّى فَرْضَ الْعِشَاءِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُومًا/إِمَامًا) لِلّٰهِ تَعَالَى. اَللّٰهُ أَكْبَرُ.

Transliterasi:
Ushalli fardhal isya-i arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati adaa’an (ma’muman/imaman) lillaahi ta’aalaa. Allahu Akbar.

Artinya:
“Aku sengaja salat fardu Isya empat rakaat menghadap kiblat (ma’mum/imam) karena Allah. Allah Mahabesar.”

Niat ini dibaca dalam hati saat memulai salat (sebelum takbiratul ihram atau bersamaan dengan takbiratul ihram). Kehadiran hati dan kekhusyukan dalam setiap salat sangat penting untuk meraih keberkahan dan keutamaan yang dijanjikan.

Pengalaman Spiritual dan Aktivitas Lain di Masjid Nabawi dan Sekitarnya

Selain fokus pada Salat Arbain, berada di Madinah dan Masjid Nabawi memberikan kesempatan luar biasa untuk meningkatkan kualitas ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah dan Rasul-Nya. Suasana di Masjid Nabawi sangat kondusif untuk beribadah, dengan ketenangan dan kemuliaan yang luar biasa. Jemaah bisa mengisi waktu luang di antara salat fardu dengan berbagai ibadah lain seperti membaca Al-Qur’an, berzikir, berdoa, mendengarkan kajian ilmu, atau sekadar i’tikaf (berdiam diri) di dalam masjid sambil merenungkan kebesaran Allah.

Interior Masjid Nabawi

Berziarah ke Makam Rasulullah dan Para Sahabat

Salah satu kunjungan paling mengharukan di Madinah adalah berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW yang terletak di dalam area Masjid Nabawi, tepatnya di bawah Kubah Hijau yang ikonik. Di dekat makam beliau, terdapat pula makam dua sahabat terdekatnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab RA. Mengucapkan salam kepada Nabi dan kedua sahabatnya adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Jemaah pria memiliki akses langsung untuk mendekat ke area makam (disebut Rawdah Ash-Sharifah atau Taman Surga, area antara makam Nabi dan mimbar beliau, yang akan dibahas selanjutnya). Sementara jemaah wanita memiliki waktu dan akses khusus yang diatur ketat.

Selain itu, jemaah juga berziarah ke pemakaman Baqi’ (Jannatul Baqi’). Ini adalah kompleks pemakaman di dekat Masjid Nabawi tempat banyak sahabat Nabi, keluarga Nabi, dan tokoh Muslim terkemuka dimakamkan. Berziarah ke Baqi’ mengingatkan kita pada sejarah awal Islam dan para pejuang yang mendahului kita.

Mengunjungi Raudhah Ash-Sharifah

Di antara makam Nabi Muhammad SAW dan mimbar beliau di Masjid Nabawi, terdapat sebuah area yang dikenal sebagai Raudhah Ash-Sharifah, yang secara harfiah berarti Taman atau Kebun yang Mulia. Area ini sangat istimewa karena Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ

Maa baina baitii wa minbarii raudhatun min riyaadhil jannah.

“Antara rumahku dan mimbarku adalah salah satu taman dari taman-taman Surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Beribadah di Raudhah, baik itu salat sunnah, membaca Al-Qur’an, atau berdoa, memiliki keutamaan yang sangat besar, seolah-olah berada di taman Surga. Area Raudhah memiliki karpet berwarna hijau yang membedakannya dari area lain di Masjid Nabawi yang karpetnya berwarna merah. Karena luasnya yang terbatas dan banyaknya jemaah yang ingin beribadah di sana, memasuki Raudhah seringkali membutuhkan kesabaran dan perjuangan, terutama saat musim haji atau umrah ramai. Pengaturan akses ke Raudhah, baik untuk pria maupun wanita, sangat ketat untuk mengelola kepadatan.

Tempat Bersejarah Lain di Madinah

Selain Masjid Nabawi dan area sekitarnya, Madinah juga menyimpan banyak jejak sejarah Islam yang bisa dikunjungi sebagai bagian dari program ziarah. Beberapa tempat populer antara lain:

  • Masjid Quba: Masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW saat hijrah dari Makkah ke Madinah. Salat dua rakaat di Masjid Quba pahalanya seperti umrah.
  • Jabal Uhud: Lokasi perang Uhud yang penting dalam sejarah Islam. Di sini terdapat makam para syuhada Uhud.
  • Masjid Qiblatain: Masjid dengan dua arah kiblat. Pada awalnya kiblat kaum Muslimin menghadap Baitul Maqdis di Yerusalem, kemudian berpindah menghadap Ka’bah di Makkah di masjid ini.
  • Parit Khandaq: Lokasi perang Khandaq (Perang Parit).

Mengunjungi tempat-tempat bersejarah ini memberikan wawasan lebih dalam tentang perjuangan awal Islam dan menambah kekaguman terhadap perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabat.

Memahami Perspektif Fiqih tentang Salat Arbain

Penting untuk diketahui bahwa mengenai hukum dan keutamaan Salat Arbain ini ada sedikit perbedaan pandangan di kalangan ulama. Mayoritas ulama tidak mewajibkan Salat Arbain. Pelaksanaannya adalah sunnah atau dianjurkan bagi yang mampu, semata-mata untuk meraih keutamaan yang disebutkan dalam hadis.

Namun, ada juga sebagian pandangan yang mempertanyakan kekuatan (ke-shahih-an) hadis tentang Salat Arbain itu sendiri, atau penafsiran maknanya. Beberapa ulama berpendapat bahwa hadis tersebut tidak mencapai derajat hadis shahih (kuat) menurut standar ulama hadis yang ketat, meskipun diriwayatkan oleh beberapa jalur. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa keutamaan yang disebutkan dalam hadis tersebut mungkin tidak bisa dianggap sebagai janji yang pasti, melainkan hanya anjuran untuk memperbanyak salat berjamaah di Masjid Nabawi yang memang sudah memiliki keutamaan tersendiri (salat di Masjid Nabawi pahalanya 1000 kali lipat dibanding masjid lain, kecuali Masjidil Haram).

Terlepas dari perbedaan pandangan ini, mayoritas jemaah haji dan umrah dari berbagai negara, termasuk Indonesia, tetap berlomba-lomba untuk melaksanakan Salat Arbain ini. Hal ini karena keutamaan yang disebutkan sangat menarik dan berada di Madinah memang memberikan kesempatan yang langka. Bagi sebagian besar jemaah, mengikuti anjuran ini adalah bentuk ihtiyath (kehati-hatian) dan mengambil sisi yang lebih utama, serta sebagai bentuk cinta kepada Rasulullah SAW dengan memperbanyak ibadah di masjid beliau.

Penting bagi jemaah untuk memahami bahwa meskipun berusaha keras untuk menyelesaikan Arbain adalah baik, jangan sampai hal tersebut menimbulkan beban berlebihan atau kekecewaan mendalam jika tidak berhasil menyelesaikannya. Fokus utama ibadah haji tetap pada rukun dan wajib haji di Makkah. Salat berjamaah di Masjid Nabawi, sebanyak berapapun, tetap memiliki keutamaan yang besar.

Tips Menjalankan Salat Arbain dengan Konsisten

Menyelesaikan 40 waktu salat berjamaah tanpa terputus selama 8 hari di Masjid Nabawi bisa menjadi tantangan logistik dan fisik. Berikut beberapa tips yang bisa membantu jemaah:

Menjaga Waktu Salat

  • Selalu perhatikan jadwal salat: Jadwal salat di Masjid Nabawi sangat tepat waktu. Pasang alarm atau gunakan aplikasi pengingat salat.
  • Berangkat lebih awal: Masjid Nabawi selalu ramai, terutama saat musim haji. Berangkatlah jauh sebelum waktu salat untuk mendapatkan tempat, apalagi jika ingin salat di area yang lebih dekat dengan imam atau di Raudhah.
  • Tetap berada di dalam masjid: Jika memungkinkan, pertimbangkan untuk tetap berada di dalam masjid di antara waktu salat, terutama jika jarak penginapan cukup jauh. Ini lebih mudah dilakukan jika penginapan sangat dekat.

Mengatur Aktivitas Harian

  • Prioritaskan Salat: Jadikan salat berjamaah sebagai prioritas utama. Atur jadwal makan, istirahat, dan ziarah di luar waktu salat.
  • Istirahat Cukup: Jangan paksakan diri beraktivitas nonstop. Pastikan tubuh mendapatkan istirahat yang cukup agar stamina tetap terjaga untuk bisa hadir di masjid setiap waktu salat.
  • Jaga Kesehatan: Madinah bisa jadi panas atau dingin tergantung musim. Jaga asupan cairan, makan teratur, dan hindari kerumunan jika merasa tidak enak badan.
  • Koordinasi dengan Rombongan: Beri tahu ketua rombongan atau teman sekamar bahwa Anda sedang berusaha menyelesaikan Arbain agar mereka bisa membantu mengingatkan atau tidak mengganggu jadwal salat Anda.

Tantangan dan Cara Mengatasinya

  • Kepadatan Jemaah: Hadapi keramaian dengan sabar. Cari tempat yang nyaman, meskipun mungkin agak jauh dari pusat.
  • Jarak Penginapan: Jika penginapan jauh, manfaatkan transportasi umum atau taksi, tapi perhitungkan waktu tempuh.
  • Kondisi Fisik: Jika merasa lelah atau sakit, beribadah secukupnya. Ingat bahwa niat dan usaha sudah dicatat oleh Allah. Jangan memaksakan diri sampai membahayakan kesehatan.

Melaksanakan Arbain adalah ibadah yang sangat mulia, namun kesehatan dan kemampuan diri juga harus diperhatikan. Yang terpenting adalah niat tulus untuk beribadah di tempat yang mulia dan meraih ridha Allah.

Perjalanan Setelah Madinah: Menuju Makkah untuk Puncak Haji

Setelah selesai melaksanakan rangkaian ibadah dan ziarah di Madinah, termasuk bagi yang berusaha menyelesaikan Salat Arbain, jemaah haji akan bersiap melanjutkan perjalanan ke Kota Makkah untuk melaksanakan puncak ibadah haji.

Perjalanan dari Madinah ke Makkah memiliki signifikansi besar karena ini adalah saat jemaah memasuki Miqat, yaitu batas waktu dan tempat di mana ihram (pakaian haji/umrah) mulai dikenakan dan niat haji/umrah dilafazkan. Bagi jemaah dari Madinah, Miqat-nya adalah di Dzul Hulaifah (sering juga disebut Bir Ali). Di sinilah jemaah mandi sunnah ihram, memakai pakaian ihram, salat sunnah ihram, dan berniat serta melafazkan talbiyah (Labbaik Allahumma labbaik…) sebagai tanda dimulainya ibadah haji.

Perjalanan menuju Makkah adalah transisi spiritual yang penting. Meninggalkan “Kota Nabi” untuk menuju “Kota Allah” di mana Ka’bah berada. Semangat ibadah yang telah dibangun di Madinah, termasuk melalui Salat Arbain bagi yang melaksanakannya, diharapkan semakin menguatkan jemaah untuk menghadapi rangkaian ibadah haji yang lebih intens di Makkah, termasuk Tawaf, Sa’i, Wukuf di Arafah, Muzdalifah, Mina, dan lainnya.

Pengalaman Spiritual Melaksanakan Salat Arbain

Bagi banyak jemaah yang berhasil menyelesaikan Salat Arbain, pengalaman ini adalah momen spiritual yang sangat berharga. Berada di Masjid Nabawi selama 8 hari berturut-turut, larut dalam kekhusyukan salat berjamaah bersama ribuan umat Muslim lainnya dari seluruh dunia, merasakan kedekatan dengan tempat di mana Rasulullah SAW berdakwah dan beribadah, memberikan dampak emosional dan spiritual yang mendalam.

Setiap waktu salat menjadi pengingat akan komitmen untuk hadir di rumah Allah. Konsistensi selama 40 waktu melatih kedisiplinan dan kesabaran. Melihat betapa luas dan megahnya Masjid Nabawi, namun tetap terasa intim saat beribadah di dalamnya, adalah pengalaman tak terlupakan. Berdoa di Masjid Nabawi diyakini sangat mustajab, apalagi jika dilakukan di area Raudhah.

Keberhasilan menyelesaikan Arbain, atau bahkan sekadar berusaha keras melakukannya, seringkali dirasakan sebagai pencapaian pribadi yang memperkuat iman dan rasa syukur. Ini adalah bekal spiritual yang sangat berharga sebelum memasuki fase utama ibadah haji di Makkah yang membutuhkan stamina fisik dan mental yang lebih besar.

Berikut adalah video yang mungkin bisa memberikan gambaran tentang suasana di Masjid Nabawi:


Catatan: Silakan ganti “INSERT_RELEVANT_YOUTUBE_VIDEO_ID_HERE” dengan ID video YouTube yang relevan tentang Masjid Nabawi atau Salat Arbain.


Apakah Anda memiliki pengalaman atau cerita tentang Salat Arbain atau Masjid Nabawi saat haji atau umrah? Bagikan pengalaman Anda di kolom komentar di bawah!

Posting Komentar