Liburan Aman di Sumsel? Disbudpar Terapkan Protokol CHSE di Tempat Wisata!

Table of Contents

Liburan Makin Aman di Sumsel Berkat Protokol CHSE di Tempat Wisata

Siapa nih yang lagi merencanakan liburan atau sekadar staycation di Sumatera Selatan (Sumsel)? Ada kabar gembira buat kalian! Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sumsel lagi gencar-gencarnya nih menerapkan standar kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan pelestarian lingkungan di semua tempat wisata. Program ini dikenal dengan sebutan CHSE, singkatan dari Cleanliness, Health, Safety, and Environment.

Plt Kepala Disbudpar Sumsel, Bapak Pandji Tjahjanto, menekankan kalau penerapan CHSE itu penting banget buat bikin wisatawan merasa nyaman dan aman saat berkunjung. Bayangin deh, kita datang ke tempat wisata, terus lingkungannya bersih, fasilitasnya terjamin kesehatannya, kita merasa aman dari risiko yang nggak diinginkan, dan alam sekitarnya juga terjaga. Pasti liburan jadi makin enjoy kan? Nah, itu tujuan utamanya!

Edukasi CHSE Sampai ke Pelosok

Biar program ini jalan maksimal, tim Disbudpar Sumsel nggak cuma duduk manis lho. Mereka turun langsung ke lapangan, mendatangi 17 kabupaten dan kota yang ada di Sumsel. Tujuannya buat apa? Ngedukasi langsung para pengelola tempat wisata. Edukasinya macem-macem, mulai dari gimana cara ngelola kebersihan yang baik, menjaga standar kesehatan, memastikan keselamatan pengunjung, sampai cara melestarikan lingkungan sekitar.

Proses edukasi ini penting banget karena setiap tempat wisata kan punya karakteristik dan tantangan sendiri. Ada yang di alam terbuka, ada yang situs sejarah, ada yang pusat kuliner. Nah, dengan edukasi langsung, pengelola bisa paham betul cara menerapkan CHSE sesuai kondisi di tempat mereka. Ini bukti keseriusan pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas pariwisata di Sumsel.

CHSE Tak Hanya untuk Tempat Wisata

Penerapan CHSE ini nggak berhenti di tempat wisata aja lho. Disbudpar Sumsel juga ngajak para pelaku industri pariwisata dan ekonomi kreatif buat ikutan menerapkan standar ini di tempat usaha mereka. Siapa aja tuh yang diajak? Mulai dari tempat penjualan cenderamata alias toko oleh-oleh, restoran, gedung pertemuan, sampai tempat hiburan. Pokoknya, semua lini yang bersentuhan langsung sama wisatawan diharapkan bisa menerapkan CHSE.

Secara umum, memang sudah banyak sih yang sudah mulai menerapkan CHSE ini. Tapi, kata Bapak Pandji, penerapannya perlu diperluas lagi dan disempurnakan. Caranya ya lewat kegiatan edukasi yang melibatkan tim ahli di bidangnya. Jadi, para pelaku usaha ini dapat bimbingan yang tepat dan akurat tentang gimana sih cara menerapkan CHSE yang benar sesuai standar.

Selaras dengan Kebijakan Nasional

Langkah yang diambil Disbudpar Sumsel ini ternyata sejalan banget sama kebijakan dari Menteri Pariwisata Ibu Widiyanti Putri Wardhana. Kementerian juga lagi gencar-gencarnya mendorong implementasi standar CHSE di semua destinasi wisata di seluruh Indonesia. Tujuannya sama persis: memastikan kenyamanan dan keselamatan wisatawan. Kenapa ini penting? Karena ini juga menyangkut citra pariwisata Indonesia di mata dunia.

Kalau turis asing datang ke Indonesia, khususnya ke Sumsel, dan mereka lihat tempat wisatanya bersih, aman, dan nyaman, mereka pasti bakal kasih testimoni yang bagus. Ini bisa bikin makin banyak turis yang tertarik datang. Sebaliknya, kalau standar kebersihan dan keamanan kurang, tentu bakal jadi catatan negatif. Makanya, CHSE ini bukan cuma soal kenyamanan lokal, tapi juga strategi global lho.

23 Modul Panduan Mitigasi Risiko

Kementerian Pariwisata sendiri udah nyiapin panduan lengkap buat para pelaku usaha wisata. Ada total 23 modul panduan mitigasi risiko yang wajib banget diterapkan. Wah, banyak juga ya! Tapi, ini menunjukkan betapa detailnya perhatian pemerintah pada aspek keamanan dan kenyamanan ini.

Panduan ini mencakup banyak hal, mulai dari aspek keamanan transportasi yang digunakan wisatawan (misalnya, bus pariwisata atau perahu di destinasi air), standar pelayanan di hotel tempat mereka menginap, kebersihan dan cara penyajian makanan di restoran, sampai manajemen kerumunan wisatawan di lokasi-lokasi strategis.

Mari kita coba bedah sedikit ya, kira-kira apa saja yang bisa masuk dalam 23 modul itu? Ini murni berdasarkan logika dan relevansi topik ya, karena detail spesifiknya nggak ada di sumber. Tapi, kita bisa bayangkan cakupannya:

  1. Kebersihan Fasilitas Umum: Standar kebersihan toilet, area publik, tempat sampah.
  2. Sanitasi Area Kuliner: Standar kebersihan dapur, area makan, peralatan makan.
  3. Disinfeksi Berkala: Jadwal dan metode disinfeksi di area yang sering disentuh.
  4. Kesehatan Staf: Protokol kesehatan untuk semua karyawan dan pengelola.
  5. P3K dan Kesiapsiagaan Medis: Ketersediaan kotak P3K, staf terlatih P3K, akses ke fasilitas medis terdekat.
  6. Prosedur Evakuasi Darurat: Rencana dan jalur evakuasi saat terjadi bencana atau keadaan darurat.
  7. Keamanan Struktur Bangunan: Pengecekan berkala terhadap keamanan dan kekuatan bangunan atau struktur di tempat wisata.
  8. Keamanan Wahana/Permainan: Standar keamanan, perawatan, dan pengawasan wahana atau permainan yang ada.
  9. Manajemen Kerumunan: Cara mengatur alur pengunjung, membatasi jumlah orang (jika perlu), dan mencegah penumpukan di area ramai.
  10. Informasi Keselamatan: Papan petunjuk, tanda bahaya, dan informasi penting lainnya terkait keselamatan.
  11. Pelestarian Lingkungan: Pengelolaan sampah, pengurangan limbah plastik, konservasi flora dan fauna lokal.
  12. Penghematan Energi dan Air: Upaya mengurangi penggunaan sumber daya alam di operasional tempat wisata.
  13. Transportasi yang Aman: Standar keamanan kendaraan, kualifikasi pengemudi, dan jadwal perawatan kendaraan.
  14. Keamanan Pangan: Standar pengadaan bahan baku, penyimpanan, pengolahan, dan penyajian makanan.
  15. Manajemen Risiko Bencana Alam: Identifikasi risiko bencana lokal dan rencana mitigasinya.
  16. Keamanan Properti Pengunjung: Langkah-langkah untuk menjaga keamanan barang-barang pribadi pengunjung.
  17. Penanganan Keluhan/Insiden: Prosedur cepat dan efektif dalam menangani keluhan atau insiden yang dialami pengunjung.
  18. Pelatihan Staf CHSE: Program pelatihan rutin untuk semua staf mengenai penerapan CHSE.
  19. Sistem Monitoring CHSE: Mekanisme pengawasan internal terhadap penerapan CHSE.
  20. Aksesibilitas: Memastikan fasilitas dapat diakses oleh semua kalangan, termasuk penyandang disabilitas.
  21. Komunikasi Krisis: Rencana komunikasi saat terjadi krisis atau insiden besar.
  22. Penggunaan Teknologi: Pemanfaatan teknologi untuk mendukung penerapan CHSE (misalnya, sistem antrian digital, informasi via aplikasi).
  23. Audit dan Sertifikasi: Proses audit eksternal atau internal untuk memastikan kepatuhan terhadap standar CHSE.

Wow, kalau dilihat dari list hipotetis di atas, memang cakupannya luas banget ya. Ini menunjukkan bahwa standar CHSE ini benar-benar komprehensif dan mencakup semua aspek yang bisa memengaruhi pengalaman dan keselamatan wisatawan. Dengan adanya panduan detail seperti ini, diharapkan para pengelola dan pelaku usaha pariwisata di Sumsel bisa menerapkannya dengan lebih terarah dan efektif.

Manfaat CHSE untuk Semua

Penerapan CHSE ini bukan cuma ngasih manfaat buat wisatawan aja lho. Banyak pihak lain yang juga diuntungkan. Para pengelola tempat wisata dan pelaku usaha pariwisata misalnya, dengan menerapkan CHSE, mereka bisa meningkatkan kepercayaan pengunjung. Kalau pengunjung percaya, mereka pasti bakal balik lagi dan merekomendasikannya ke orang lain. Ini tentu bakal berdampak positif pada peningkatan jumlah kunjungan dan pendapatan.

Selain itu, standar CHSE yang mencakup aspek Environment atau Pelestarian Lingkungan juga punya dampak baik buat kelestarian alam dan budaya di sekitar tempat wisata. Pengelolaan sampah yang baik, penghematan energi, sampai partisipasi dalam kegiatan konservasi bisa menjaga keindahan dan keberlanjutan destinasi pariwisata Sumsel untuk jangka panjang. Masyarakat lokal juga bisa merasa lebih nyaman dan bangga dengan lingkungan tempat tinggal mereka yang bersih dan terawat.

Ini juga jadi kesempatan buat para pelaku industri kreatif, seperti seniman atau pengrajin lokal. Kalau pariwisata berkembang berkat CHSE, permintaan terhadap produk-produk kreatif lokal juga bisa meningkat. Restoran yang menerapkan CHSE juga bisa lebih laku karena pengunjung merasa aman untuk makan di sana, yang berarti petani atau pemasok bahan baku lokal juga ikut merasakan dampaknya. Jadi, efeknya itu berantai dan positif buat banyak sektor.

Liburan Nyaman dan Berkesan di Sumsel

Dengan segala upaya yang dilakukan Disbudpar Sumsel ini, kita sebagai calon wisatawan nggak perlu ragu lagi buat menjelajahi keindahan Bumi Sriwijaya. Mulai dari jembatan Ampera yang ikonik, keindahan alam di Pagaralam, sampai kekayaan kuliner Palembang yang menggugah selera, semuanya bisa dinikmati dengan rasa lebih tenang dan aman berkat penerapan CHSE.

Kita sebagai wisatawan juga punya peran lho dalam mendukung program ini. Misalnya, dengan mematuhi aturan yang berlaku di tempat wisata, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta memberikan masukan yang konstruktif kepada pengelola jika ada hal yang perlu diperbaiki terkait penerapan CHSE. Saling mendukung itu penting biar pariwisata Sumsel makin maju dan berkelanjutan.

Pemerintah daerah dan pusat sudah menunjukkan komitmennya dengan edukasi, panduan, dan dorongan untuk menerapkan standar tinggi di sektor pariwisata. Kini giliran kita, para pelaku usaha dan masyarakat, untuk bersama-sama mewujudkan Sumsel sebagai destinasi wisata yang bukan hanya indah dan kaya budaya, tapi juga aman, sehat, dan nyaman untuk semua. Liburan aman, hati senang!

Bagaimana pendapat kamu tentang penerapan CHSE ini? Apakah ini bikin kamu makin semangat buat liburan ke Sumsel? Yuk, share di kolom komentar!

Posting Komentar