Malam 1 Suro vs. Muharram: Sama Gak Sih? Ini Bedanya!

Table of Contents

Bentar lagi kita mau masuk ke bulan Muharram, nih. Buat umat Islam, Muharram itu bulan pertama dalam penanggalan Hijriah, alias awal tahun baru Islam. Nah, di bulan ini banyak banget amalan baik yang dianjurkan, salah satunya puasa sunnah yang pahalanya gede banget setelah Ramadhan. Kata NU Online aja, keutamaannya nggak main-main!

Malam 1 Suro vs Muharram

Tapi, buat sebagian besar orang di Jawa, momen pergantian tahun itu juga identik sama yang namanya Malam 1 Suro. Ini bukan cuma sekadar tanggal di kalender, tapi punya makna sakral dan diiringi macem-macem tradisi serta ritual yang udah turun-temurun. Keduanya, Malam 1 Suro dan 1 Muharram, emang sering banget berbarengan di tanggal yang sama. Makanya, banyak yang bingung, sebenernya dua momen ini sama atau beda sih?

Tahun ini, 1 Muharram 1447 H itu diperkirakan jatuh pada 27 Juni 2025. Nah, di saat yang sama, tanggal 27 Juni 2025 ini juga bertepatan sama 1 Suro dalam kalender Jawa. Jadi, ada dua perayaan penting yang barengan. Biar nggak salah kaprah, yuk kita bedah satu per satu!

Apa Itu 1 Muharram?

Buat umat Islam, 1 Muharram itu penanda dimulainya tahun baru Hijriah. Kalender Islam ini pakai sistem penanggalan bulan (komariah), jadi setiap bulan punya 29 atau 30 hari, beda sama kalender Masehi yang pakai matahari. Perhitungan hari dalam kalender Hijriah juga unik, lho. Hari baru dimulai dari waktu matahari terbenam atau pas maghrib, bukan tengah malam kayak Masehi.

Lebih dari sekadar awal tahun, bulan Muharram punya kedudukan istimewa dalam Islam. Muharram termasuk salah satu dari empat bulan suci (asyhurul hurum) selain Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Keistimewaan ini bahkan disebut langsung dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 36:

“Sungguh bilangan bulan pada sisi Allah terdiri atas dua belas bulan, dalam ketentuan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketentuan) agama yang lurus. Janganlah kamu menganiaya diri kamu pada bulan yang empat itu. Perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Di bulan yang suci ini, kita dianjurkan banget buat memperbanyak ibadah dan amalan baik, serta menghindari perbuatan maksiat. Menganiaya diri sendiri atau berbuat dosa di bulan-bulan haram ini dosanya dilipatgandakan. Sebaliknya, amal kebaikan juga pahalanya dilipatgandakan.

Salah satu amalan utama di bulan Muharram adalah puasa sunnah. Rasulullah SAW bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram.” (HR Muslim). Puasa yang paling dianjurkan adalah puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram, dan dianjurkan juga diiringi puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram sebagai pembeda dari tradisi kaum Yahudi. Bahkan ada yang menganjurkan puasa tanggal 11 Muharram juga. Puasa Asyura ini pahalanya luar biasa, bisa menghapus dosa setahun yang lalu!

Selain puasa, banyak juga peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi di bulan Muharram. Misalnya, Nabi Musa AS diselamatkan dari kejaran Firaun, perahu Nabi Nuh AS mendarat setelah banjir besar, dan masih banyak lagi kisah para nabi lainnya. Muharram juga mengingatkan kita pada peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah, yang kemudian dijadikan awal mula penanggalan Hijriah. Jadi, buat umat Islam, 1 Muharram itu momen refleksi, introspeksi, dan kesempatan buat memperbanyak ibadah demi meraih keberkahan di tahun yang baru.

Apa Itu Malam 1 Suro?

Sekarang kita beralih ke Malam 1 Suro. Istilah ini nggak asing lagi buat masyarakat Jawa, khususnya mereka yang masih memegang teguh tradisi leluhur. Malam 1 Suro adalah malam pertama di bulan Suro dalam kalender Jawa. Penanggalan Jawa ini punya sejarah unik, karena merupakan hasil blending atau penggabungan antara kalender Hijriah (Islam) dengan kalender Saka (Hindu) yang dulunya dipakai di Jawa.

Ide penggabungan ini dicetuskan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo, raja terbesar Kesultanan Mataram Islam pada abad ke-17. Tujuannya mulia banget: buat menyatukan masyarakat Jawa yang waktu itu terpecah belah akibat perbedaan keyakinan dan penanggalan. Dengan menyamakan awal tahun Islam (1 Muharram) dengan awal tahun Jawa (1 Suro), Sultan Agung berharap masyarakat bisa merayakan atau memperingati momen pergantian tahun ini secara bersama-sama, tanpa memandang latar belakang keyakinan mereka. Kata ‘Suro’ sendiri memang diambil dari kata ‘Asyura’ dalam bahasa Arab yang merujuk pada hari kesepuluh di bulan Muharram.

Malam 1 Suro dianggap sebagai malam yang sakral, wingit (keramat/angker), dan penuh energi spiritual dalam pandangan kejawen. Makanya, banyak tradisi dan ritual yang dilakukan masyarakat Jawa untuk menyambutnya. Ritual ini macem-macem, tergantung daerah dan alirannya, tapi umumnya berkaitan dengan introspeksi diri, mencari ketenangan batin, dan memohon keselamatan di tahun yang baru.

Beberapa tradisi yang umum dilakukan saat Malam 1 Suro antara lain:

  1. Kirab Pusaka: Arak-arakan benda-benda pusaka keraton atau milik masyarakat. Benda pusaka ini dianggap punya nilai sejarah dan spiritual tinggi. Kirab ini biasanya diiringi iring-iringan abdi dalem atau masyarakat dengan busana adat.
  2. Tapa Bisu (Mubeng Beteng): Tradisi berjalan mengelilingi benteng keraton atau tempat sakral lainnya dalam keheningan total. Peserta dilarang bicara sama sekali selama prosesi ini. Ini adalah bentuk laku prihatin, introspeksi, dan meditasi.
  3. Jamasan Pusaka: Prosesi membersihkan atau memandikan benda-benda pusaka, seperti keris, tombak, atau gamelan. Ritual ini dianggap sebagai pembersihan diri dan benda pusaka dari energi negatif.
  4. Tirakatan dan Selamatan: Berkumpul bersama untuk berdoa, membaca mantra atau ayat suci, dan makan bersama sebagai wujud syukur dan memohon berkah. Acara ini bisa digelar di rumah, di tempat keramat, atau di alun-alun.
  5. Menghindari Perjalanan Jauh: Ada kepercayaan sebagian masyarakat Jawa untuk tidak bepergian jauh atau mengadakan acara penting (seperti pernikahan) di bulan Suro karena dianggap bulan yang kurang baik atau penuh energi yang tidak stabil. Ini berkaitan dengan persepsi Suro sebagai bulan yang wingit dan ‘milik’ para makhluk halus.

Tradisi-tradisi Malam 1 Suro ini mencerminkan perpaduan ajaran Islam dengan kepercayaan lokal Jawa yang sudah ada sebelumnya. Ada unsur doa dan permohonan kepada Tuhan (Allah SWT), tapi juga ada elemen penghormatan terhadap leluhur, alam, dan energi spiritual yang diyakini ada di sekitar.

Jadi, Sama Atau Beda?

Nah, setelah ngerti penjelasan masing-masing, kelihatan kan bedanya?

Secara kalender, 1 Muharram (Hijriah) dan 1 Suro (Jawa) itu sama-sama penanda awal tahun. Dan karena kalender Jawa yang sekarang dipakai itu hasil adaptasi dari kalender Hijriah, maka tanggal 1 Suro selalu bertepatan dengan tanggal 1 Muharram. Jadi, dari sisi waktu, mereka itu barengan.

Tapi, dari sisi makna, asal-usul, dan praktik, keduanya beda jauh:

  • Asal-usul: 1 Muharram murni berasal dari tradisi dan ajaran Islam, ditandai dengan peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW. 1 Suro adalah kreasi budaya Jawa yang diinisiasi oleh Sultan Agung, hasil perpaduan kalender Islam dan lokal, dengan tujuan sosial-politik (menyatukan masyarakat) dan spiritual (menggabungkan sinkretisme lokal).
  • Makna Utama: 1 Muharram dimaknai sebagai awal tahun baru Islam yang penuh keberkahan, momen untuk refleksi keimanan, memperbanyak ibadah sesuai ajaran Islam, dan mengingat sejarah penting dalam Islam. 1 Suro dimaknai sebagai awal tahun baru Jawa yang sakral, momen untuk introspeksi diri dalam konteks budaya Jawa, laku prihatin, dan melaksanakan tradisi serta ritual budaya yang sudah turun-temurun.
  • Praktik/Amalan: Amalan di 1 Muharram fokus pada ibadah syar’i dalam Islam, seperti puasa sunnah (Tasu’a, Asyura), sedekah, doa, dan membaca Al-Qur’an. Praktik di 1 Suro fokus pada ritual budaya Jawa seperti kirab, tapa bisu, jamasan pusaka, selamatan, dan menghindari hal-hal yang dianggap pantangan sesuai kepercayaan lokal.

Memang, banyak masyarakat Jawa yang beragama Islam merayakan kedua momen ini secara bersamaan, atau bahkan mengintegrasikan keduanya. Misalnya, melakukan selamatan pada Malam 1 Suro dengan bacaan doa-doa Islam. Namun, esensi dari 1 Muharram tetaplah perayaan dan pemaknaan tahun baru dalam bingkai ajaran Islam, sementara 1 Suro adalah perayaan dan pemaknaan tahun baru dalam bingkai budaya dan kepercayaan Jawa.

Jadi, intinya, Malam 1 Suro dan 1 Muharram itu bertepatan waktunya karena sejarah kalendernya, tapi beda maknanya karena berasal dari akar tradisi yang berbeda – satu dari agama Islam, satu dari budaya Jawa. Keduanya hidup berdampingan dan dirayakan oleh masyarakat dengan cara masing-masing, kadang terpisah, kadang berbaur.

Gimana pendapat kalian? Ada tradisi Malam 1 Suro atau amalan 1 Muharram yang biasa kalian lakuin? Share di kolom komentar, yuk!

Posting Komentar