Penasaran Kapan Air Laut Pasang Surut? Ini Cara Hitungnya!
Pernah penasaran nggak sih, kok bisa ya orang-orang di pesisir tahu kapan kira-kira air laut bakal pasang tinggi atau surut rendah? Atau mungkin pernah dengar soal banjir rob yang bikin repot permukiman dekat pantai? Nah, ternyata ada lho cara menghitung dan memprediksi pergerakan air laut ini. Bukan sulap, bukan sihir, tapi pakai metode ilmiah yang sudah dipakai turun-temurun dan masih relevan sampai sekarang.
Salah satu pakar yang paham banget soal ini adalah Mayor Bambang Marwoto, pengajar di Sekolah Teknologi Angkatan Laut. Beliau menjelaskan bahwa perhitungan konstanta pasang surut itu penting banget buat nentuin kapan dan seberapa parah rob atau banjir pasang bakal terjadi di suatu wilayah. Metode ini bukan cuma teori, tapi juga didukung sama alat bantu, ada yang masih manual dan ada juga yang sudah canggih otomatis.
Memahami Konstanta Pasang Surut¶
Konstanta pasang surut ini ibarat sidik jari unik buat pergerakan air laut di lokasi tertentu. Kenapa unik? Karena pasang surut itu dipengaruhi banyak faktor, utamanya gaya tarik bulan dan matahari, rotasi bumi, dan bentuk topografi dasar laut serta garis pantai di lokasi tersebut. Semua faktor itu bikin pola pasang surut di satu tempat bisa beda banget sama tempat lain.
Untuk mendapatkan konstanta ini, caranya nggak bisa instan. Petugas harus melakukan pengamatan langsung di lapangan selama minimal 29 hari kalender kerja. Kenapa minimal 29 hari? Karena periode ini kurang lebih sama dengan siklus sinodik bulan, yaitu waktu yang dibutuhkan bulan untuk kembali ke posisi yang sama relatif terhadap matahari saat dilihat dari Bumi (sekitar 29,5 hari). Pengamatan selama periode ini memungkinkan pencatatan pola pasang surut yang dipengaruhi interaksi gravitasi Bumi, Bulan, dan Matahari secara komprehensif.
Selama periode pengamatan itu, data ketinggian air laut dicatat secara berkala, bisa setiap jam atau bahkan lebih sering, tergantung kebutuhan dan alat yang dipakai. Data ini kemudian diolah menggunakan analisis matematis yang cukup kompleks, sering disebut analisis harmonik. Dari analisis inilah dihasilkan “konstanta” atau angka-angka yang merepresentasikan komponen-komponen harmonik dari pasang surut di lokasi tersebut. Konstanta ini kemudian disusun jadi sebuah tabel.
Tabel konstanta pasang surut inilah yang jadi harta karun para ahli kelautan. Dari tabel ini, mereka bisa memprediksi ketinggian air laut di masa depan, termasuk kapan pasang tertinggi (High Water) dan surut terendah (Low Water) bakal terjadi, serta seberapa tinggi atau rendahnya. Intinya, tabel ini merekam pola pergerakan air laut berdasarkan data historis yang akurat.
Proses Pengamatan dan Prediksi¶
Seperti dijelaskan Mayor Bambang, dalam satu siklus perhitungan (minimal 29 hari), petugas wajib banget dapet data ketinggian air laut setiap hari. Bayangin aja, setiap hari harus ngukur atau memantau ketinggian air laut! Data harian ini kemudian dicatat rapi dalam tabel.
Contoh data pengamatan harian (ini hanya ilustrasi sederhana, data aslinya jauh lebih rinci dan banyak):
Tanggal | Waktu Puncak Pasang (pagi) | Ketinggian Puncak Pasang (m) | Waktu Puncak Surut (siang) | Ketinggian Puncak Surut (m) | Waktu Puncak Pasang (sore) | Ketinggian Puncak Pasang (m) | Waktu Puncak Surut (malam) | Ketinggian Puncak Surut (m) |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Hari 1 | 06:15 | 1.8 | 12:30 | 0.5 | 18:45 | 2.1 | 00:50 (+1) | 0.3 |
Hari 2 | 07:00 | 1.9 | 13:15 | 0.4 | 19:30 | 2.3 | 01:35 (+1) | 0.2 |
Hari 3 | 07:45 | 2.0 | 14:00 | 0.3 | 20:15 | 2.5 | 02:20 (+1) | 0.1 |
… | … | … | … | … | … | … | … | … |
Hari 15 | 18:00 | 2.8 | 00:05 (+1) | 0.0 | 06:10 (+1) | 0.0 | 12:15 | 2.9 |
… | … | … | … | … | … | … | … | … |
Hari 29 | 05:30 | 1.7 | 11:45 | 0.6 | 17:50 | 2.0 | 23:55 | 0.4 |
Setelah data terkumpul minimal 29 hari, barulah diolah untuk mendapatkan konstanta pasang surut lokasi tersebut. Konstanta inilah yang kemudian dipakai untuk membuat tabel prediksi pasang surut untuk tahun-tahun berikutnya.
Mayor Bambang ngasih contoh yang simpel banget buat gambarin cara prediksi banjir rob. Misalkan dari data pengamatan, ketinggian air laut tertinggi yang pernah tercatat dalam periode pengamatan itu adalah angka-angka seperti 2 meter, 4 meter, 6 meter, 12 meter, dan 10 meter. Nah, dari angka-angka itu, mana yang paling tinggi? Ya, 12 meter. Angka tertinggi inilah yang kemudian jadi acuan untuk memprediksi potensi rob di masa depan. “Kalau yang paling tinggi 12, berarti kemungkinan banjir rob nantinya bisa mencapai sekitar 12 (meter),” jelas beliau. Tentu saja, ini adalah penyederhanaan konsep, karena prediksi pasang surut yang akurat melibatkan banyak komponen harmonik dan perhitungan yang kompleks, bukan sekadar mengambil angka maksimum dari sample acak. Namun, intinya adalah data ketinggian maksimum yang pernah terjadi menjadi indikator penting untuk memprediksi ketinggian maksimum yang bisa terjadi lagi di masa depan, terutama saat kondisi-kondisi pemicu pasang tinggi (seperti bulan purnama atau bulan baru, badai, dll.) terjadi.
Dari tabel prediksi yang dihasilkan berdasarkan konstanta itu, para ahli bisa memperkirakan kapan dan seberapa tinggi pasang tertinggi (yang berpotensi jadi rob) bakal terjadi. Informasi ini krusial buat masyarakat pesisir dan pihak-pihak yang terkait sama aktivitas di laut atau di dekat pantai.
Beda Cara Prediksi Cuaca BMKG dan Pasang Surut¶
BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) itu jagonya prediksi cuaca. Mereka lihat awan, angin, tekanan udara, suhu, dan data lain yang didapat dari satelit, radar, stasiun cuaca, dan sumber lainnya. Hasilnya adalah prakiraan hujan, badai, suhu, kelembaban, dan elemen cuaca lainnya. Prediksi BMKG ini penting banget buat banyak sektor, mulai dari penerbangan, pelayaran, sampai pertanian.
Sementara itu, prediksi pasang surut, terutama yang menggunakan metode konstanta seperti dijelaskan Mayor Bambang, fokusnya murni sama fenomena air laut itu sendiri. Perhitungan ini didasarkan pada gaya-gaya astronomis (tarikan bulan dan matahari) dan respon laut terhadap gaya-gaya tersebut di lokasi spesifik.
Meskipun berbeda, keduanya seringkali saling melengkapi, terutama dalam konteks bencana seperti banjir rob. Prediksi pasang surut memberi tahu potensi ketinggian air laut karena faktor astronomis, sedangkan prediksi cuaca dari BMKG bisa memberi tahu faktor non-astronomis yang bisa memperparah rob, seperti:
- Angin Kencang: Angin yang bertiup dari laut ke darat bisa mendorong massa air (disebut storm surge atau gelombang badai) dan meningkatkan ketinggian muka air laut di pantai, menambah ketinggian pasang akibat faktor astronomis.
- Tekanan Udara Rendah: Area bertekanan rendah di atas laut (misalnya saat ada badai) bisa menyebabkan permukaan air laut sedikit terangkat, mirip efek sedotan. Ini juga bisa memperparah rob.
- Curah Hujan Tinggi: Hujan lebat di daratan, terutama di wilayah pesisir, bisa menyebabkan sungai-sungai meluap dan sistem drainase kewalahan. Jika ini terjadi bersamaan dengan pasang tinggi, air dari darat nggak bisa mengalir ke laut dan malah menumpuk, menyebabkan banjir yang lebih parah dan meluas daripada rob murni atau banjir darat murni. Ini yang sering terjadi di kota-kota pesisir saat rob berbarengan dengan hujan deras.
- Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence): Di beberapa kota pesisir, pengambilan air tanah berlebihan atau beban bangunan di atasnya menyebabkan permukaan tanah turun. Akibatnya, elevasi tanah menjadi lebih rendah relatif terhadap muka air laut, membuat area tersebut lebih rentan terhadap rob meskipun ketinggian pasang lautnya sama saja.
BMKG sendiri juga punya peran dalam memantau kondisi laut, termasuk gelombang dan potensi rob yang disebabkan oleh faktor-faktor meteorologis (angin, tekanan udara). Jadi, kolaborasi data dari prediksi pasang surut berbasis konstanta dan prediksi cuaca/maritim dari BMKG itu penting banget buat ngasih peringatan dini yang komprehensif ke masyarakat.
Bulan Purnama, Hujan Lebat, dan Potensi Rob Parah¶
Prediksi BMKG yang menyebutkan puncak hujan di Jakarta dan sekitarnya bakal terjadi sekitar tanggal 27 Januari (tahun 2013, sesuai konteks artikel asli) itu penting banget. Kenapa? Karena tanggal tersebut berbarengan dengan bulan purnama.
Nah, bulan purnama (atau fase bulan baru) itu saatnya Bumi, Bulan, dan Matahari berada kira-kira dalam satu garis lurus. Saat posisi ini terjadi, gaya tarik gravitasi Bulan dan Matahari bekerja sama menarik massa air di Bumi. Hasilnya? Pasang laut yang cenderung lebih tinggi dari biasanya, yang sering disebut pasang perbani atau spring tide. Sebaliknya, saat bulan berada pada fase seperempat (kuartir pertama atau kuartir ketiga), gaya tarik Bulan dan Matahari saling tegak lurus, sehingga pasang laut cenderung lebih rendah, disebut pasang purnama atau neap tide.
Jadi, kalau puncak hujan lebat diprediksi terjadi barengan sama bulan purnama, itu sinyal bahaya buat wilayah pesisir yang rentan rob. Pasang perbani akibat bulan purnama bikin muka air laut naik tinggi secara alami, dan kalau ditambah hujan deras, air dari darat susah ngalir ke laut, akhirnya terjadilah banjir yang lebih parah dan meluas. Kombinasi inilah yang diperkirakan bisa bikin beberapa wilayah di Jakarta kebanjiran lagi waktu itu.
Memahami cara kerja pasang surut, metode perhitungannya, serta faktor-faktor lain yang bisa memperparah rob itu penting banget, apalagi buat kita yang tinggal di negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang kayak Indonesia. Pengetahuan ini membantu kita lebih siap menghadapi potensi bencana alam akibat pasang surut ekstrem.
Alat Bantu Pengukuran Pasang Surut¶
Dulu, pengukuran pasang surut banyak dilakukan secara manual menggunakan papan duga pasang surut (tide staff) atau alat rekam pasang surut mekanis. Papan duga ini mirip penggaris besar yang ditancapkan di laut dekat dermaga, petugas mencatat ketinggian air pada jam-jam tertentu. Alat rekam mekanis biasanya menggunakan pelampung yang terhubung ke pena pencatat pada silinder berputar, menghasilkan grafik pasang surut di kertas.
Sekarang, teknologi makin canggih. Pengukuran pasang surut banyak menggunakan automatic tide gauge atau stasiun pasang surut otomatis. Alat ini bisa berbasis tekanan (mengukur tekanan air di dasar, yang berbanding lurus dengan kedalaman), berbasis akustik/ultrasonik (mengukur waktu pantul gelombang suara dari permukaan air), atau berbasis radar (mengukur waktu pantul gelombang radar). Data dari alat-alat ini bisa langsung terekam secara digital dan dikirim via satelit atau internet ke pusat data, memungkinkan pemantauan real-time dan pengolahan data yang lebih cepat dan akurat untuk menghasilkan prediksi.
Meskipun alatnya makin canggih, prinsip dasar perhitungan konstanta pasang surut berdasarkan pengamatan jangka panjang (minimal 29 hari) tetap relevan dan jadi tulang punggung akurasi prediksi pasang surut untuk navigasi, pelabuhan, dan mitigasi bencana rob.
Pengetahuan tentang pasang surut ini bukan cuma buat pelaut atau nelayan lho. Buat yang tinggal di kota pesisir kayak Jakarta atau Semarang, info pasang surut dan potensi rob itu sama pentingnya dengan info prediksi hujan dari BMKG. Dengan tahu kapan pasang tinggi bakal terjadi, kita bisa lebih waspada, nyiapin diri, atau bahkan menunda aktivitas di area rawan banjir rob.
Bagaimana menurut kamu tentang metode perhitungan pasang surut ini? Pernah mengalami banjir rob di daerahmu? Yuk, share pengalaman atau pendapatmu di kolom komentar!
Posting Komentar