Pilkada 2024: 10 Kejadian Unik di TPS yang Wajib Kamu Tahu!

Table of Contents

Pilkada serentak pada 27 November 2024 nanti pastinya jadi momen penting buat kita semua menentukan pemimpin daerah. Di balik lancarnya proses pencoblosan, ternyata ada lho beragam kejadian yang bisa dibilang unik atau spesial yang mungkin terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Kejadian-kejadian ini penting banget buat dicatat, terutama sama petugas Pengawas TPS atau yang sering kita sebut PTPS.

Tujuannya apa dicatat? Supaya proses pemungutan suara berjalan transparan dan akuntabel. Setiap insiden, sekecil apapun, bisa jadi petunjuk adanya potensi masalah atau bahkan dugaan pelanggaran. Catatan ini nantinya jadi bagian dari laporan hasil pengawasan mereka. Jadi, apa aja sih kira-kira kejadian unik yang bisa bikin heboh (atau sekadar bikin repot) di TPS? Yuk, kita intip!

kejadian unik tps pilkada 2024

Kenapa Kejadian Unik Ini Penting?

Di setiap penyelenggaraan pemilu atau pilkada, panitia di tingkat paling bawah, yaitu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), punya tugas berat untuk memastikan semuanya berjalan sesuai aturan. Mulai dari menyiapkan lokasi, menerima pemilih, mendata, membagikan surat suara, sampai menghitung hasilnya. Nah, di tengah hiruk pikuk ini, ada saja hal-hal tak terduga yang muncul.

Kejadian yang dilabeli “khusus” atau “unik” ini bukanlah sekadar cerita seru-seruan di TPS. Ini adalah indikasi adanya deviasi dari prosedur normal, entah karena kelalaian manusia, masalah teknis, atau bahkan upaya curang. Makanya, peran PTPS sebagai mata dan telinga Bawaslu di tingkat TPS jadi krusial banget. Mereka yang akan mencatat detail kejadian ini dalam formulir khusus yang namanya Form A Laporan Hasil Pengawasan.

Dalam laporan tersebut, PTPS akan menceritakan kejadian khususnya, kronologinya, siapa saja yang terlibat, dan kalau perlu, potensi dampaknya terhadap hasil pemungutan suara. Catatan ini penting sebagai bahan evaluasi, tindak lanjut, atau bahkan bukti jika ada sengketa hasil.

10 Contoh Kejadian Unik di TPS

Berikut ini adalah beberapa contoh kejadian khusus atau unik yang seringkali dijumpai atau berpotensi terjadi di TPS saat Pilkada 2024, yang perlu diwaspadai dan dicatat oleh PTPS:

1. Pemilih Belum Memiliki KTP Elektronik

Di era digital ini, KTP elektronik atau e-KTP adalah identitas resmi yang diakui untuk berbagai keperluan, termasuk memilih. Namun, tidak semua warga negara yang punya hak pilih sudah memiliki KTP-el. Ada yang mungkin baru berusia 17 tahun dan belum sempat merekam data, atau ada masalah teknis lainnya.

Jika ada pemilih yang datang ke TPS dan terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) tapi belum punya KTP-el sama sekali, ini akan jadi pertanyaan. Aturan umumnya, pemilih perlu menunjukkan KTP-el. KPPS perlu memastikan status pemilih ini dan apakah ada dokumen lain yang bisa menggantikan sesuai ketentuan KPU, misalnya surat keterangan (Suket) dari Dinas Dukcapil yang menyatakan bahwa yang bersangkutan sedang dalam proses pembuatan KTP-el. Jika tidak ada dokumen pengganti yang sah, ini bisa jadi masalah.

2. Pemilih Ketinggalan KTP Elektronik

Situasi ini agak berbeda dari poin pertama. Pemilih ini punya KTP-el, namanya juga terdaftar di DPT, tapi sayangnya KTP-el-nya tidak dibawa saat datang ke TPS. Mungkin tertinggal di rumah, di mobil, atau di tempat kerja.

Meskipun namanya ada di DPT, KPPS tetap wajib melakukan verifikasi identitas pemilih. Menunjukkan KTP-el atau dokumen identitas lain yang sah adalah syarat utama. Kalau pemilih bersikeras ingin mencoblos tapi tidak bisa menunjukkan identitas yang diminta, KPPS tidak boleh mengizinkan. Kejadian ini perlu dicatat PTPS, lengkap dengan detail pemilih tersebut jika memungkinkan. Biasanya pemilih akan disarankan untuk pulang mengambil KTP-el-nya dan kembali ke TPS selama jam pemungutan suara masih berlangsung.

3. Pemilih Kehilangan KTP Elektronik

Nah, kalau ini situasinya lebih rumit lagi. Pemilih punya hak pilih dan terdaftar di DPT, tapi KTP-el-nya hilang sama sekali. Tentu saja dia tidak bisa menunjukkan identitasnya.

Bagaimana prosedur penanganannya? Pemilih yang kehilangan KTP-el biasanya perlu mengurus surat keterangan kehilangan dari kepolisian dan/atau surat keterangan dari Dinas Dukcapil yang menyatakan bahwa yang bersangkutan adalah benar warga di alamat tersebut dan sedang dalam proses pengurusan pengganti KTP-el. Dokumen pengganti ini mungkin bisa diterima oleh KPPS setelah diverifikasi keabsahannya, sesuai dengan petunjuk teknis dari KPU. PTPS harus mengawasi proses verifikasi dan pencatatan pemilih dengan status ini dengan cermat.

4. Kehilangan Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara (Surat Model C Pemberitahuan)

Surat Model C Pemberitahuan, atau yang biasa kita sebut “undangan mencoblos”, dikirimkan KPU kepada setiap pemilih yang terdaftar di DPT. Fungsinya adalah memberitahukan jadwal dan lokasi TPS tempat pemilih harus mencoblos. Surat ini sebenarnya bukan syarat mutlak untuk bisa mencoblos. Pemilih yang terdaftar di DPT cukup datang ke TPS sesuai alamat KTP-el/domisili dan menunjukkan KTP-el.

Namun, kehilangan surat ini bisa jadi kejadian unik karena bisa menimbulkan kebingungan bagi pemilih itu sendiri atau bahkan KPPS. Pemilih mungkin tidak yakin TPS-nya di mana, atau mungkin ada KPPS yang keliru mengira surat ini wajib dibawa. PTPS perlu mengawasi agar KPPS tetap memproses pemilih yang terdaftar di DPT meskipun tanpa membawa surat undangan, asalkan identitas diri (KTP-el/Suket) bisa ditunjukkan dan diverifikasi.

5. Kelebihan Surat Suara

Setiap TPS menerima sejumlah surat suara sesuai dengan jumlah pemilih di DPT ditambah surat suara cadangan (biasanya 2% dari jumlah DPT). Sebelum pemungutan suara dimulai, KPPS wajib menghitung jumlah surat suara yang diterima di hadapan saksi dan pengawas.

Jika saat penghitungan awal ternyata jumlah surat suara yang diterima melebihi jumlah seharusnya (DPT + cadangan), ini adalah kejadian khusus yang serius. Kelebihan surat suara harus dicatat, dilaporkan, dan surat suara yang berlebih itu harus disisihkan dan diberi tanda khusus (misalnya disilang dan ditandatangani) sebagai surat suara yang tidak digunakan. Kejadian ini rawan disalahgunakan jika tidak ditangani dengan transparan dan diawasi ketat.

6. Kerusakan Surat Suara

Dalam proses distribusi atau saat pemungutan suara, surat suara bisa mengalami kerusakan. Misalnya sobek, terkena tumpahan tinta, cetakan buram atau tidak jelas, atau ada bagian yang sudah tercoblos (padahal belum digunakan).

Pemilih berhak mendapatkan surat suara dalam kondisi baik. Jika pemilih menerima surat suara yang rusak, dia berhak meminta pengganti kepada KPPS. Surat suara yang rusak ini harus segera ditandai (misalnya dengan tulisan “RUSAK” dan disilang) dan tidak boleh digunakan. Jumlah surat suara yang rusak dan diganti harus dicatat dalam berita acara. Kejadian ini penting dicatat PTPS untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan surat suara rusak.

7. Perbedaan Data (C Pemberitahuan, KTP, Absen) tetapi NIK Sama

Ini adalah situasi yang lumayan pelik tapi bisa saja terjadi. Nama pemilih di surat undangan (Model C Pemberitahuan), di KTP-el, dan di daftar hadir pemilih (DPT) mungkin punya sedikit perbedaan, misalnya salah penulisan nama atau alamat. Namun, Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera di ketiga dokumen itu sama.

NIK adalah kunci identitas tunggal penduduk. Jika NIK-nya sama dan terdaftar di DPT TPS tersebut, KPPS seharusnya tetap memproses pemilih tersebut meskipun ada sedikit perbedaan data lain, asalkan perbedaan tersebut tidak substansial dan KPPS yakin bahwa orang yang bersangkutan adalah pemilik NIK tersebut berdasarkan verifikasi wajah dan data KTP-el. PTPS harus mengawasi proses verifikasi ini agar tidak ada pemilih yang ditolak hanya karena kesalahan minor di data non-NIK. Kejadian ini perlu dicatat sebagai catatan perbaikan data pemilih ke depan.

8. Pemilih Tidak Terdaftar

Salah satu kejadian paling umum dan sering menimbulkan protes di TPS adalah ketika ada warga yang datang untuk memilih tapi namanya tidak terdaftar di DPT TPS tersebut. Mereka mungkin merasa sudah berdomisili lama di lingkungan itu, atau merasa sudah mengurus pindah memilih, tapi ternyata datanya tidak masuk.

Untuk mengatasi ini, KPU menyediakan mekanisme Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus (DPK). Pemilih yang tidak terdaftar di DPT asalnya tetapi memenuhi syarat (misalnya baru pindah domisili atau tidak terdata) mungkin bisa memilih di TPS lain atau di TPS sesuai domisili KTP-el-nya pada jam terakhir pemungutan suara (biasanya jam 12.00-13.00) menggunakan KTP-el, selama surat suara masih tersedia. PTPS harus mengawasi ketat proses ini, memastikan KPPS hanya melayani pemilih yang memenuhi syarat DPK/DPTb dan mencatat detailnya.

9. Keributan di TPS

TPS seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan tertib untuk menyalurkan hak pilih. Namun, gesekan atau ketegangan bisa saja terjadi. Misalnya, ada pemilih yang protes karena tidak bisa memilih, saksi dari pasangan calon yang berdebat dengan KPPS atau saksi lain, atau bahkan ada pihak yang mencoba memprovokasi.

Keributan sekecil apapun adalah kejadian khusus yang wajib dicatat oleh PTPS. Petugas keamanan (biasanya ada satu atau dua anggota Linmas/Polri) di TPS bertugas menjaga ketertiban. KPPS dan PTPS perlu berkoordinasi untuk meredakan situasi dan memastikan proses pemungutan suara tidak terganggu atau terhenti. Jika keributan berpotensi mengarah ke tindak pidana, pihak kepolisian bisa dilibatkan.

10. Surat Mandat Saksi Salah Satu Pasangan Peserta Pemilu Lebih dari Satu Orang

Setiap pasangan calon (untuk Pilkada Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota) berhak menempatkan satu orang saksi di setiap TPS. Saksi ini bertugas mengawasi jalannya pemungutan dan penghitungan suara atas nama pasangan calon yang diwakilinya. Saksi harus menunjukkan surat mandat yang sah dari tim kampanye atau pihak yang berwenang.

Masalah muncul jika untuk satu pasangan calon, ada dua orang atau lebih yang datang ke TPS dan sama-sama membawa surat mandat untuk menjadi saksi di TPS yang sama. KPPS harus menolak saksi yang surat mandatnya tidak sesuai ketentuan atau jumlahnya berlebih. KPPS perlu mengidentifikasi surat mandat mana yang sah (biasanya berdasarkan nomor urut mandat atau ketentuan lain dari KPU/pihak pemberi mandat). Kejadian ini perlu dicatat oleh PTPS karena bisa menimbulkan perselisihan antar saksi atau dengan KPPS.

Kejadian Unik Lain yang Mungkin Muncul

Selain 10 poin di atas, masih banyak potensi kejadian lain yang bisa dianggap unik atau spesial di TPS, misalnya:

  • Gangguan Teknis: Server KPU bermasalah saat proses verifikasi data pemilih secara online (jika ada), atau listrik padam sehingga mengganggu proses penerangan atau penggunaan alat bantu (seperti lampu senter saat penghitungan).
  • Situasi Darurat Kesehatan: Pemilih atau petugas KPPS/PTPS tiba-tiba sakit di TPS dan memerlukan penanganan medis.
  • Kondisi Cuaca Ekstrem: Hujan deras, banjir, atau angin kencang yang bisa mengganggu jalannya pemungutan suara atau akses ke TPS.
  • Logistik Kurang atau Rusak: Kekurangan formulir, tinta sidik jari yang mengering, kotak suara yang sulit dikunci, atau bilik suara yang roboh.
  • Adanya Orang yang Bukan Petugas/Saksi/Pemilih Berada di Dalam TPS: Kecuali ada izin khusus dari KPPS/PTPS (misalnya jurnalis), pihak luar tidak seharusnya berlama-lama di dalam area TPS.

Semua kejadian yang keluar dari alur normal ini, sekecil apapun dampaknya, sebaiknya dicatat oleh PTPS.

Pentingnya Catatan Kejadian Khusus

Setiap kejadian khusus, terutama yang berpotensi pelanggaran atau sengketa, harus dicatat secara rinci. PTPS perlu menuliskan:
* Peristiwa: Apa yang terjadi?
* Tempat Kejadian: Di mana persisnya di area TPS?
* Waktu Kejadian: Kapan kejadian itu berlangsung?
* Pelaku: Siapa saja yang terlibat?
* Saksi: Siapa saja yang melihat kejadian tersebut? (Jika ada)
* Alat Bukti/Barang Bukti: Apakah ada dokumen, foto, video, atau benda lain yang bisa menjadi bukti?

Pencatatan yang detail ini sangat membantu dalam proses penindaklanjutan, baik itu oleh Bawaslu untuk dugaan pelanggaran, atau oleh Mahkamah Konstitusi jika terjadi sengketa hasil Pilkada.



(Catatan: Harap ganti “contoh_video_terkait” dengan ID video YouTube yang relevan jika ditemukan)

Jika tidak ada kejadian khusus sama sekali selama proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS, PTPS tetap wajib mencatatnya dalam laporannya dengan kalimat “NIHIL”. Laporan ini, baik yang berisi catatan kejadian khusus maupun nihil, harus ditandatangani oleh Ketua KPPS sebagai bentuk pengakuan atas laporan pengawasan PTPS. Jika ada keberatan dari saksi terhadap jalannya proses, keberatan tersebut juga dicatat secara terpisah dan ditandatangani oleh saksi yang keberatan dan Ketua KPPS.

Menyelenggarakan Pilkada bukanlah tugas yang mudah. Butuh kerja keras dari KPPS, pengawasan ketat dari PTPS, serta partisipasi aktif dari masyarakat sebagai pemilih dan saksi. Memahami potensi kejadian unik ini bisa membantu kita semua lebih siap dan waspada saat hari pencoblosan tiba.

Bagaimana menurutmu? Pernah punya pengalaman unik saat mencoblos di TPS? Atau mungkin kamu punya pertanyaan seputar proses di TPS? Yuk, bagikan di kolom komentar!

Posting Komentar