Konsentris: Cara Asyik Jaga Budaya Lokal di Era Globalisasi

Table of Contents

Pernah nggak sih kamu lagi ujian terus ketemu soal yang bikin garuk-garuk kepala? Nah, ini kejadian sama sebagian peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG) 2025. Salah satu soal yang bikin pusing itu tentang “azas konsentris” dalam menyikapi keberagaman dan masuknya pengaruh budaya luar. Padahal, memahami azas ini penting banget, lho, apalagi buat calon guru yang bakal mendidik generasi penerus bangsa.

Konsentris: Cara Asyik Jaga Budaya Lokal di Era Globalisasi

Banyak yang belum berhasil jawab dengan benar, padahal azas konsentris ini adalah kunci buat kita tetap jadi bangsa yang berakar, tapi juga terbuka sama dunia luar. Yuk, kita bedah bareng-bareng biar nggak ada lagi yang bingung! Konsep ini bukan cuma buat soal ujian, tapi juga relevan banget sama kehidupan kita sehari-hari di era yang makin global ini.

Apa Sih Azas Konsentris Itu?

Azas konsentris ini adalah warisan pemikiran yang super keren dari Bapak Pendidikan Nasional kita, siapa lagi kalau bukan Ki Hadjar Dewantara. Beliau adalah tokoh yang mendirikan Taman Siswa pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta, sebuah institusi pendidikan yang punya filosofi luar biasa. Jadi, ide ini sudah ada sejak lama, jauh sebelum era digital seperti sekarang.

Intinya, azas konsentris itu mengajarkan kita untuk mengembangkan kebudayaan, tapi dengan tetap fokus pada akar budaya lokal sebagai pusat atau inti yang harus terus diperkuat. Ibarat lingkaran, inti terdalam itu budaya kita sendiri, lho. Kemudian, lingkaran-lingkaran di luarnya adalah budaya-budaya lain yang bisa kita terima dan pelajari.

Prinsip ini sangat bijak karena tidak menolak mentah-mentah pengaruh dari luar. Justru, budaya luar itu boleh banget masuk dan memberikan warna baru, asal jangan sampai menghilangkan atau menggeser identitas dan jati diri bangsa kita. Jadi, kita bisa menikmati K-Pop, film Hollywood, atau tren fashion global, tapi jangan sampai lupa sama batik, gamelan, atau tari daerah kita sendiri. Asyik, kan?

Kenapa Azas Konsentris Penting di Era Globalisasi?

Di zaman sekarang, informasi dan budaya bisa menyebar dengan sangat cepat dan tanpa batas. Bayangkan saja, cuma lewat satu klik, kita bisa lihat apa yang sedang tren di belahan dunia lain! Ini bikin kita berhadapan sama dua sisi mata uang: di satu sisi, kita jadi makin terbuka dan maju, tapi di sisi lain, ada ancaman budaya lokal kita bisa tergerus atau bahkan hilang.

Ancaman Globalisasi Terhadap Budaya Lokal

Nggak bisa dipungkiri, arus globalisasi membawa berbagai macam budaya asing masuk ke Indonesia. Mulai dari musik, gaya berpakaian, kuliner, sampai cara berpikir, semuanya bisa memengaruhi kita. Kalau nggak hati-hati, kita bisa jadi kebanyakan meniru hal-hal dari luar tanpa memahami nilai-nilai di baliknya. Ini bisa bikin kita kehilangan identitas.

Misalnya saja, banyak anak muda yang lebih kenal lagu-lagu barat atau Korea dibanding lagu daerah mereka sendiri. Atau, lebih suka makanan cepat saji luar negeri daripada masakan tradisional nenek moyang. Fenomena ini, kalau nggak diimbangi, bisa membuat budaya asli Indonesia jadi semakin ditinggalkan dan akhirnya pudar. Makanya, kita butuh filter, dan azas konsentris inilah filter yang pas banget.

Azas Konsentris sebagai Perisai Budaya

Di sinilah azas konsentris punya peran krusial. Dia bukan cuma sekadar filter, tapi juga perisai yang melindungi kita. Dengan azas ini, kita diajak untuk tetap membuka diri terhadap pengaruh dan kemajuan global, tapi dengan kesadaran penuh bahwa inti kita adalah budaya Indonesia. Kita bisa belajar hal-hal baru, mengadopsi teknologi canggih, atau bahkan mengadaptasi tren, asalkan itu memperkaya, bukan mengganti identitas kita.

Bayangkan saja kalau kita punya akar pohon yang kuat menancap ke tanah. Sekuat apapun angin bertiup, pohon itu nggak akan tumbang. Begitulah azas konsentris bekerja untuk budaya kita. Kita bisa mengambil yang baik dari budaya luar untuk memperkaya diri, namun tetap berpegang teguh pada nilai-nilai dan kearifan lokal yang sudah terbukti. Ini adalah cara cerdas untuk menjadi bagian dari dunia tanpa melupakan siapa diri kita.

Penerapan Azas Konsentris dalam Pendidikan (Khusus untuk Guru PPG)

Bagi para calon guru PPG, memahami azas konsentris ini bukan cuma buat menjawab soal ujian, tapi juga buat modal utama mengajar. Guru punya peran sentral dalam menanamkan nilai-nilai ini ke siswa-siswi. Pendidikan adalah wadah paling strategis untuk membentuk karakter generasi muda yang berakar kuat pada budaya bangsa, tapi juga punya wawasan global yang luas.

Membangun Fondasi Karakter Berbasis Budaya

Penerapan azas konsentris dalam pendidikan artinya siswa bisa belajar dari berbagai budaya dan informasi global, namun tetap berakar kuat pada nilai-nilai, budaya, dan karakter lokal bangsanya sendiri. Guru harus jadi garda terdepan dalam mengenalkan kekayaan budaya Indonesia. Ini bisa dimulai dari hal-hal sederhana, seperti dongeng rakyat, permainan tradisional, atau lagu-lagu daerah yang relevan dengan pelajaran.

Guru juga punya tanggung jawab besar untuk menjadi teladan. Ketika guru menunjukkan kecintaan dan kebanggaan terhadap budaya lokal, siswa akan ikut termotivasi. Pembelajaran tidak hanya di kelas, tapi juga bisa melalui kunjungan ke museum, pentas seni, atau bahkan mengundang budayawan lokal untuk berbagi cerita. Ini akan membuat siswa lebih mencintai budayanya.

Kurikulum yang Berakar dan Terbuka

Kurikulum pendidikan harus dirancang agar bisa mengintegrasikan muatan lokal secara efektif. Misalnya, dalam pelajaran Sejarah, tidak hanya belajar sejarah nasional, tapi juga sejarah lokal kota atau daerah siswa. Dalam pelajaran Seni, jangan cuma belajar musik pop, tapi juga seni tari atau alat musik tradisional. Ini akan membuat siswa merasa terhubung dengan identitas mereka.

Tentu saja, kurikulum juga harus tetap terbuka terhadap informasi dan pengetahuan global. Guru bisa menggunakan media digital untuk menunjukkan kebudayaan dunia, lalu mengajak siswa membandingkan dengan budaya lokal mereka. Diskusi tentang persamaan dan perbedaan nilai-nilai antarbudaya bisa membuka wawasan siswa dan melatih kemampuan berpikir kritis mereka.

Contoh Nyata Penerapan di Sekolah

Bagaimana sih contoh konkret azas konsentris di sekolah?
* Pentas Seni Kolaborasi: Siswa bisa membuat pentas seni yang menggabungkan tari tradisional dengan koreografi modern, atau musik gamelan dengan instrumen band. Ini menunjukkan bahwa budaya bisa terus berevolusi tanpa kehilangan esensinya.
* Proyek Penelitian Budaya Lokal: Guru bisa menugaskan siswa untuk meneliti asal-usul makanan khas daerah mereka, cerita rakyat setempat, atau tradisi unik yang masih dijalankan. Hasil penelitian bisa dipresentasikan dalam bentuk video, infografis, atau bahkan pameran.
* Bahasa Daerah di Kelas: Sesekali, guru bisa menyelipkan istilah atau peribahasa dalam bahasa daerah yang relevan dengan topik pelajaran. Ini akan membantu melestarikan bahasa ibu yang mungkin jarang digunakan di keseharian siswa.
* Festival Makanan Tradisional: Mengadakan acara di sekolah di mana siswa membawa atau membuat makanan tradisional dari daerah masing-masing. Ini cara seru untuk mengenalkan keragaman kuliner Indonesia dan mengapresiasi warisan rasa.

Intinya, guru harus kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi budaya. Jangan sampai terkesan membosankan atau kuno. Justru, tunjukkan bahwa budaya lokal itu keren, relevan, dan bisa berpadu harmonis dengan kemajuan zaman.

Azas Konsentris dalam Kehidupan Sehari-hari

Konsep azas konsentris ini nggak cuma berlaku di bangku sekolah atau ujian PPG saja, lho. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga bisa banget menerapkan azas ini untuk menjaga budaya kita tetap hidup dan berkembang.

Seni dan Hiburan yang Berakar

Banyak seniman Indonesia yang sudah sukses menerapkan azas konsentris. Contohnya, musisi yang mengadaptasi musik tradisional dengan sentuhan modern, seperti menggunakan melodi etnik dalam lagu pop atau EDM. Hasilnya? Lagu jadi unik, tetap Indonesia, tapi juga bisa dinikmati oleh telinga global. Atau desainer fashion yang mengaplikasikan motif batik atau tenun ke dalam busana kontemporer yang ready-to-wear. Mereka nggak cuma melestarikan, tapi juga membuat budaya jadi keren dan kekinian.

Lihat juga bagaimana film atau serial yang mengangkat cerita rakyat atau sejarah lokal Indonesia, tapi dikemas dengan visual modern dan alur cerita yang menarik. Ini membuktikan bahwa cerita-cerita lama kita itu punya nilai universal dan bisa dikemas ulang agar tetap relevan dan diminati oleh generasi muda. Ini adalah bentuk konkret azas konsentris di dunia kreatif.

Gaya Hidup yang Membumi

Penerapan azas konsentris juga bisa terlihat dari gaya hidup kita. Misalnya, semakin banyak orang yang gemar memakai produk-produk lokal. Dari fashion, kerajinan tangan, hingga kopi atau makanan khas daerah. Ini bukan cuma mendukung ekonomi lokal, tapi juga menunjukkan kebanggaan terhadap hasil karya bangsa sendiri.

Coba deh, sesekali ajak teman-temanmu explore kuliner tradisional di pasar-pasar atau warung legendaris. Atau coba belajar satu dua kalimat dalam bahasa daerah temanmu. Hal-hal kecil ini bisa jadi langkah awal untuk memperkuat akar budaya kita. Jangan sampai kita lebih hafal nama-nama brand luar negeri daripada nama-nama makanan khas daerah kita sendiri.

Tantangan dan Cara Mengatasinya

Meskipun azas konsentris ini ideal, tentu ada tantangannya. Arus informasi yang deras kadang bikin kita kewalahan. Belum lagi, ada generasi muda yang mungkin merasa budaya lokal itu kuno atau nggak keren. Ini adalah PR besar bagi kita semua.

Tantangan yang Harus Dihadapi

  • Arus Informasi dan Budaya yang Deras: Sulit membendung masuknya tren dan gaya hidup dari seluruh penjuru dunia. Anak muda sangat mudah terpapar media sosial yang didominasi konten global.
  • Kurangnya Minat Generasi Muda: Beberapa anak muda mungkin merasa malas atau tidak tertarik untuk mempelajari budaya sendiri karena dianggap tidak sejalan dengan gaya hidup modern. Mereka lebih cenderung menyukai apa yang sedang “viral” di media sosial.
  • Keterbatasan Sumber Daya: Nggak semua daerah punya fasilitas atau tenaga ahli yang memadai untuk mengajarkan dan mengembangkan budaya lokal secara menarik.

Solusi Praktis untuk Menerapkan Azas Konsentris

  • Inovasi dalam Penyampaian: Budaya harus dikemas secara menarik dan relevan dengan minat anak muda. Gunakan media digital, game, challenge di media sosial, atau event yang fun untuk memperkenalkan budaya. Misalnya, tantangan membuat video TikTok dengan musik tradisional, atau game interaktif tentang sejarah lokal.
  • Melibatkan Komunitas dan Tokoh Adat: Libatkan para sesepuh, budayawan, atau komunitas adat. Mereka adalah sumber pengetahuan dan inspirasi yang tak ternilai. Mengadakan lokakarya atau talkshow bersama mereka bisa jadi pengalaman berharga bagi generasi muda.
  • Dukungan Kebijakan Pemerintah: Pemerintah perlu terus mendukung upaya pelestarian budaya melalui kebijakan, dana, dan fasilitas yang memadai. Misalnya, program beasiswa untuk studi seni tradisional, pembangunan pusat kebudayaan, atau insentif bagi industri kreatif berbasis budaya lokal.
  • Peran Keluarga: Lingkungan keluarga adalah fondasi pertama. Orang tua punya peran besar untuk mengenalkan budaya sejak dini, dari cerita pengantar tidur, masakan rumah, hingga kebiasaan sehari-hari yang berbau lokal.

Berikut adalah gambaran sederhana tentang bagaimana azas konsentris bekerja:

```mermaid
graph TD
A[BUDAYA LOKAL INDONESIA] → B(Kearifan Lokal, Nilai Luhur, Jati Diri Bangsa)
B → C(Penyaring & Penguat)
C → D(PENGARUH GLOBAL)
D → E(Teknologi, Tren, Informasi Dunia)

subgraph Azas Konsentris
    style Azas Konsentris fill:#ace,stroke:#333,stroke-width:2px,rx:5px,ry:5px;
    C
end

```

Video Edukasi Tambahan:
Untuk memahami lebih lanjut tentang pentingnya melestarikan budaya di era modern, kamu bisa menonton video inspiratif seperti ini:
https://www.youtube.com/watch?v=ABCDEFG
Catatan: Link di atas adalah contoh, Anda bisa mencari video relevan lainnya seperti “Pentingnya Melestarikan Budaya di Era Globalisasi” atau “Filosofi Ki Hajar Dewantara”.

Mari Berbagi Kisah Budayamu!

Nah, sekarang sudah jelas kan apa itu azas konsentris? Intinya, ini cara cerdas buat kita tetap jadi diri sendiri di tengah gempuran budaya global. Kita bisa jadi warga dunia yang keren, tapi juga bangga dengan akar budaya Indonesia.

Bagaimana menurutmu? Adakah contoh lain penerapan azas konsentris yang pernah kamu lihat atau lakukan? Yuk, ceritakan pengalamanmu di kolom komentar di bawah! Atau, apa tantangan terbesar yang kamu rasakan dalam menjaga budaya lokal di lingkungan sekitarmu? Mari kita berdiskusi dan saling menginspirasi!

Posting Komentar